Penerimaan Dosen Tetap di Lingkungan Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo Desember 2021 Periode 2

[vc_row][vc_column][vc_column_text]Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo membuka formasi Dosen Tetap untuk pemenuhan kebutuhan Sumber Daya Dosen.[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]

Ibu Milenial Ibu Pembelajar

[vc_row][vc_column][vc_column_text]Ana Christanti, M.Pd. – Ketua Program Studi (Kaprodi) Pendidikan Bahasa Inggris

“Wanita hebat lahir di bulan Desember”, kalimat itu pernah saya baca di promosi online sebuah produk kaos untuk perempuan. Bagi perempuan yang lahir di bulan lain mungkin akan mencibir karena menganggap kalimat itu “lebay”. Tapi kalimat tersebut bisa bisa bermakna lain apabila diasosiasikan dengan sejarah kongres perempuan pertama yang diadakan pada tanggal 22-25 Desember 1928 yang menjadi tonggak sejarah bangkitnya para ibu Indonesia dalam membangun bangsa. Jadi bulan Desember identik dengan perempuan hebat karena sejak peristiwa kongres itu peran seorang ibu dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara selalu diingatkan kembali dalam peringatan Hari Ibu Nasional.

Di tahun ini, tema Hari Ibu Nasional adalah “Perempuan Berdaya, Indonesia Tangguh”. Perempuan berdaya adalah perempuan yang memiliki kekuatan dan tangguh untuk melakukan hal-hal positif. Seorang ibu adalah stabilisator keluarga yang dengan kasih sayang dan tutur kata baik dapat melembutkan hati anak-anaknya. Namun adakalanya seorang ibu juga mampu menjadi seorang yang kuat untuk membantu menopang ekonomi keluarganya. Peringatan hari ibu adalah bentuk penghargaan bagi semua perempuan Indonesia yang sudah berkarya untuk keluarga dan bangsa.

Sebagai sosok yang sangat berperan bagi kelangsungan hidup umat manusia, ibu, menurut umat muslim, mempunyai derajat tiga kali diatas eksistensi seorang ayah. Sosok ibu terkadang mampu menggantikan peran ayah tapi sulit tergantikan oleh sang ayah. Ibu adalah sentral dari pondasi dasar sebuah keluarga yang merupakan awal dari kehidupan generasi selanjutnya. Sehingga, di masa milenial ini, seorang ibu mesti punya bekal dan harus lebih siap dibandingkan anak-anaknya supaya mampu menuntut mereka melewati masanya.

Ibu – ibu jaman now mempunyai tantangan yang berat dalam melaksanakan perannya. Perubahan jaman dan pergeseran nilai budaya menuntut seorang ibu lebih cerdas mencermati perkembangan anak-anaknya. Pola asuh otoriter yang sering diterapkan ibu jaman dulu sudah tidak bisa menjadi satu-satunya cara di masa kini. Ibu, sebagai guru pertama bagi anak, harus dapat menerapkan pola asuh sesuai dengan situasi dan kondisi perilaku anak. Disinilah seorang ibu dituntut untuk menjadi pintar dalam mendidik anak.

Kebutuhan pendidikan anak di era milenial menuntut seorang ibu untuk mempunyai ilmu. Anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi karena nanti tempatnya juga di dapur dan momong anak sudah tidak berlaku lagi. Membesarkan anak-anak tidak cukup hanya menemani, tapi juga butuh ilmu untuk mendidik dan mengarahkan mereka menjadi generasi berkualitas. Rendahnya pengetahuan seorang ibu dapat menyebabkan permasalahan bagi anak, baik masalah kesehatan maupun pendidikannya.

Seorang perempuan yang pintar tidak hanya ditentukan oleh jenjang pendidikan saja, tapi lebih kepada semangat untuk selalu belajar dan mengembangkan diri sesuai keahliannya. Seorang ibu diharapkan memiliki beberapa kriteria ideal seperti mempunyai pengetahuan agama yang kuat dan memadai untuk diajarkan kepada anak-anaknya, memiliki konsep diri yang utuh, bertanggung jawab, bijak tentang media, dan pembelajar yang tiada henti. Perempuan Indonesia harus menjadi ibu yang dapat diandalkan oleh anak-anaknya.

Kemudahan mendapatkan informasi di abad ini dapat dimanfaatkan oleh para ibu untuk terus mengasah kemampuan diri. Jangan ada lagi kata-kata “Aku gak faham pelajaran anak sekarang”, “Ibu gak bisa membantu mengerjakan PR”, atau “Aduuh, ibu gak ngerti soal itu, nak”. Ketika anak datang untuk meminta bantuan ibunya, di saat itulah seorang ibu harus menunjukkan bahwa dia bisa diandalkan. Tidak ada kata susah apabila ibu-ibu mau meluangkan waktu untuk menggali informasi dari berbagai sumber di internet. Jangan kecewakan anak dengan kata “tidak bisa” karena itu akan melemahkan semangat mereka dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Ajaklah anak untuk berjuang bersama dan bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas sekolah supaya tercipta bounding attachment antara ibu dan anak. Jadikan anak-anak bangga mempunyai ibu seorang “superhero” bagi mereka.

Peran ibu juga jangan sampai dikalahkan oleh benda kotak pipih bernama Gadget. Ibu harus bisa mengendalikan anak-anaknya dalam menggunakan teknologi informasi. Peran ibu sebagai pelindung anak-anaknya tetap melekat dari jaman ke jaman. Ibu milenial memang tidak boleh buta akan teknologi supaya bisa dekat dengan hati sang anak, tetapi juga perlu mencari strategi komunikasi dengan anak yang hari-harinya tidak lepas dari gadget. Disinilah kombinasi pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif perlu diterapkan sesuai kebutuhan pendidikan anak. Pada saat harus mendisiplinkan anak, pola otoriter masih diperlukan. Sedangkan untuk mendekati sang anak, pola demokratis dan permisif dapat dikombinasikan supaya tidak ada jarak antara ibu dan anak. Keterbukaan komunikasi akan meminimalisir permasalahan kenakalan pada anak-anak dan remaja.

Ibu milenial yang sibuk bekerja diluar rumah akan mempunyai tantangan lebih besar dalam memainkan perannya. Ketika tanggung jawab menjaga dan mengurus anak dilimpahkan kepada orang lain, ibu harus dapat mengganti dengan quality time lainnya supaya ikatan kasih sayang ibu dan anak tidak hilang karena kesibukan diluar rumah. Dibutuhkan usaha yang lebih keras dan strategi yang cerdas bagi ibu-ibu karir untuk mendampingi tumbuh kembang ananda. Disini kecerdasan seorang ibu sangat dibutuhkan untuk mengatur ritme pengasuhan anak.

Tidak bisa disangkal lagi bahwa perempuan harus pintar atau punya pengetahuan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Dari seorang ibu yang pintar akan lahir generasi penerus bangsa yang berkualitas. Untuk itu perempuan berdaya perlu terus diupayakan untuk memajukan generasi bangsa Indonesia. Karena ada ungkapan yang menyatakan bahwa “jika ingin membangun sebuah bangsa, maka didik kaum perempuannya. Dan sebaliknya, jika ingin menghancurkan sebuah bangsa, maka rusak pola pendidikan dan metal perempuan yang akan menjadi ibu-ibu bangsa tersebut.” Selamat Hari Ibu Nasional, ayo menjadi ibu-ibu pembelajar![/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]

UNUSIDA pada forum ilmiah Internasional, International Character Education and Digital Learning (ICCEDL 2021)

[vc_row][vc_column][vc_column_text]UNUSIDA—Tim yang terdiri dari Nurul Aini, Fakhrur Rozy, M. Hamim Thohari telah berhasil mengharumkan nama UNUSIDA pada forum ilmiah Internasional, International Character Education and Digital Learning (ICCEDL 2021)” yang berlangsung 11 Desember 2021. Konfrensi ICCEDL  ini ditaja oleh Program Magister Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau berkerjasama dengan Asosiasi Kolaborasi Dosen Lintas Negara (CEL-KODELN). Pada forum ini, Tim Nurul Aini mempresentasikan artikel berjudul: Implementation Strengthening Character Education on New Normal Learning in MIMNU Pucang Sidoarjo dan meraih penghargaan Best Paper. Forum ilmiah ini bertujuan menjadi gerbang karya para dosen, mahasiswa, juga praktisi akademisi dalam mengembangkan inovasi teknologi digital learning “tutur Dr Dian Cita sebagai ketua panitia ICCEDL 2021. Pada kesempatan ini, juga ditandatangani beberapa MOU Kerjasama antara Presiden CEL-KODELN, Dr. Ari Setiawan dan Hanadyo Dradjito, Ph.D dengan Rektor UIN Suska Riau, Prof. Dr. Khairunnas Rajab, M.Ag. Acara ini turut dimeriahkan oleh Panel tim pakar yang terdiri dari Prof.Abdul Halim Ali (UPSI, Malaysia), Prof. Dr. H. Adrianus Chatib, Prof. Dr. Ahmad Syukri SS, Prof. Dr. Mukhtar, Prof Dr. Risnita (UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi), Dr Hanandyo Dardjito (Universitas Sarjanawiyata), Dr Makmur Harun (UPSI Malaysia), Dr. Kusnadi dan Dr. Yulita Kurniawati Asra (UIN Sultan Syarif Kasim Riau).[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row][vc_row][vc_column][vc_media_grid grid_id=”vc_gid:1639624085942-5274a32f-c529-6″ include=”12623,12624,12625″][/vc_column][/vc_row]

Penerimaan Dosen Tetap di Lingkungan Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo Desember 2021

[vc_row][vc_column][vc_column_text]Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo membuka formasi Dosen untuk pemenuhan kebutuhan Sumber Daya Dosen.

Silakan unduh berkas di sini[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]

Sekretaris BPP Unusida Dikukuhkan sebagai IN PMB

Sebanyak 34 Instruktur Nasional (IN) Penguatan Moderasi Beragama (PMB) Pokja Moderasi Beragama Kementerian Agama Republik Indonesia dikukuhkan. Pengukuhan dilaksanakan di Hotel Sari Pacifik Jakarta pada Jumat, 5 November 2021.

Di antara instruktur-instruktur tersebut ada nama Dr. H. Sholehuddin, M. Pd.I yang merupakan Sekretaris Badan Pelaksana Penyelenggara (BPP) UNUSIDA.

Melalui sambungan telepon Sholehuddin mengaku bahwa dirinya satu-satunya Widyaiswara dari 14 Balai Diklat Keagamaan se-Indonesia yang mendapatkan kepercayaan dari Kemenag RI sebagai Instruktur Nasional.

Ia menambahkan bahwa untuk menjadi seorang IN harus melalui beberapa tahapan. Di antaranya sikap moderasi yang dibuktikan dengan menunjukkan link media sosialnya. Selain itu harus menulis esai tentang Moderasi Beragama dengan batasan waktu 24 jam.

“Seleksinya cukup ketat, tidak sekedar pengetahuan tentang MB,” tuturnya.

Tugas Instruktur Nasional nantinya, lanjut Sholehuddin, akan melatih calon trainer tingkat propinsi, para pejabat di lingkungan Kemenag, para rektor, dan  pimpinan satuan kerja dalam program Penguatan Moderasi Beragama (PMB). Mereka juga akan dilibatkan dalam pelatihan PMB bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) seperti guru, pengawas, penyuluh agama, dan lainnya.

Menurutnya, PMB merupakan salah satu program prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Karena itu IN PMB sangat dimungkinkan akan melatih ASN di luar Kemenag.

“Tentu hal ini bukan tugas ringan mengingat sebagian kalangan masih gagal paham akan konsep MB ini,” tegasnya.

Lulusan terbaik Program Doktor Uinsa 2017 tersebut menjelaskan, MB adalah cara pandang, sikap, dan praktik keberagamaan yang mengutamakan asas keadilan, keselarasan, dan menghargai martabat kemanusiaan.

Program itu dilatarbelakangi berkembangnya cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang berlebihan dan tidak menghargai martabat kemanusiaan. Selain itu berkembangnya klaim kebenaran subyektif dan semangat beragama yang tidak sesuai dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI.

“Dengan penyempurnaan materi dan pendekatan baru yang terus dilakukan penyempurnaan, saya yakin program ini bisa diterima dengan baik dan berjalan sesuai yang diharapkan,” ungkap IN yang juga ketua ISNU Sidoarjo itu.

Turut hadir dalam prosesi pengukuhan itu Alissa Wahid Putri Gus Dur dan Staf Khusus Menteri Agama Ishfah Abidal Aziz atau yang akrab disapa Gus Alek.

IN PMB merupakan jabatan yang bisa diemban oleh para pejabat struktural, Widyaiswara, peneliti, dosen, ormas keagamaan, hingga dari unsur media.

PDM jadi Penentu Estafet Prestasi FT

Dalam rangka menjaga dan melestarikan kualitas dan semangat dalam meraih prestasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknik Unusida menggelar kegiatan Pengukuhan Dasar Mahasiswa (PDM). Bertempat di Villa Ar Rahmah, Trawas, Mojokerto kegiatan tersebut berlangsung selama 2 hari mulai Sabtu, 30 hingga 31 Oktober 2021.

Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Teknik Unusida Luqman Hakim berpesan agar mahasiswa menjaga kualitas dan semangat belajar secara kreatif dan inovatif supaya dapat dicontoh oleh masyarakat.

“Meskipun kuantitas kita paling sedikit, akan tetapi dalam hal kualitas kita tidak sedikit, karena seorang juara itu selalu sedikit,” pesan  pria yang akrab dengan sapaan Pak De itu.

Senada dengannya, Wakil Dekan Fakultas Teknik Unusida, Listin Fitrianah mengungkapkan bahwa pihaknya akan membuka ruang untuk mahasiswa dan dosen agar dapat berdiskusi menyampaikan pendapat, saran, maupun berkeluh kesah tentang masalah akademik maupun non akademik. “Selamat bergabung di dalam keluarga besar Fakultas Teknik Unusida yang penuh prestasi,” ungkapnya.

Di tempat yang sama Wakil Rektor 1 Unusida Hadi Ismanto menyampaikan, kegiatan seperti itu perlu dilakukan untuk mengingatkan, melestarikan, dan mengembangkan potensi dan minat mahasiswa agar dapat tersalurkan dengan baik.

“Saya bangga dengan kegiatan orientasi kemahasiswaan di fakultas teknik ini, karena pentingnya menyiapkan pemegang tongkat estafet kepemimpinan dan menjaga tradisi prestasi,” ujarnya.

Lebih lanjut, Hadi Ismanto berharap dengan kombinasi orientasi kemahasiswaan dari tingkat fakultas dan universitas nantinya menjadi lebih terstruktur dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

“Terima kasih kepada fakultas teknik yang menjadi inspirator bagi seluruh civitas akademika Unusida yang selalu memberikan prestasi yang membanggakan,” pungkasnya. (Suf)

Selamat Hari Santri dan Mahasantri

Shinta Novitasari

Mendapati makna Hari Santri tahun ini yakni Santri Siaga Jiwa Raga sempat terbesit kebingungan dalam pikiran. Pasalnya, tema itu lebih cocok digunakan untuk suasana atau kondisi peperangan atau kegentingan.

Namun, usai membaca makna sebenarnya yang dilansir dari berbagai pemberitaan ternyata tidak seperti yang saya perkirakan. Ada makna mendalam yang disematkan kepada santri dari tema tersebut.

Dari prespektif perguruan tinggi NU yang mahasiswanya dianalogikan sebagai mahasantri diperlukan penegasan paradigma, karena mahasantri dituntut tidak hanya akhlak mulia tetapi juga ada tuntutan berfikir ilmiah, logis, dan mengedepankan proses pembuktian yang masuk akal berupa riset.

Mahasantri dari pondok pesantren salaf yang belum sempat melakukan penelitian, butuh effort serius karena sebelumnya sumber keilmuan terpusat dari guru, ustad, dan kiai. Beda dengan pesantren modern atau salaf modern yang memiliki program karya ilmiah yang terstandar nasional dan internasional.

Jika Siaga Jiwa dimaknai dengan kesiapan secara akhlak, maka mahasantri menitikberatkan akhlak mengahadapi globalisasi. Siaga Raga pun sama, pemikiran dan tindakan dapat berkolaborasi bahkan siap bersaing dengan para globalis, sekuleris, kapitalis, dan kaum-kaum lain yang bertentangan dengan kultur santri.

Embel-embel Santri menjadi landasan jiwa dan raga dalam menyikapi mereka. Pasalnya, negeri ini terbentuk dari kultur dan jiwa raga para santri yang mendedikasikan diri tanpa pujian atau pengakuan.

Santri dan Mahasantri saat ini fokus menyongsong 1 abad NU. Karena itu ada program bagi Mahasantri untuk  menempuh pendidikan hingga Strata 3. Tak sedikit pula yang menempuh pendidikan di luar negeri dengan berbagai macam kompetensi dengan standarisasi global.

Hari Santri dengan berbagai macam tema menjadi moment untuk mendorong dan menyemangati santri dan mahasantri berkiprah dalam berbagai hal. Ada ungkapan dari Lesbumi NU Sidoarjo yakni Mewarnai Dakwah Islam Nusantara yang berarti ada banyak warna dalam menerapkan Ahlussunnah wal Jamaah Annahdliyah di Nusantara.

Warna-warna itu merupakan potensi dan kompetensi yang juga jadi strategi mempertahankan bahkan mengembalikan kultur yang sempat terdisrupsi. Kultur yang semakin terancam menuju keterhapusan oleh perkembangan zaman dan teknologi.

Dalam teori siklus yang dilansir dari buku Pengantar Ringkas Sosiologi (2020) karya Elly M. Setiadi yang menggambarkan bahwa perubahan sosial bagaikan roda yang sedang berputar. Artinya, perputaran zaman tak dapat dielakkan.

Jika masyarakat mampu merespon tantangan kehidupan dan mampu menyesuaikan diri maka masyarakat itu mengalami perkembangan dan kemajuan. Dan bisa juga sebaliknya.

Para santri telah mengalami berbagai macam pergolakan. Pra perjuangan, proses perjuangan, dan pasca perjuangan yang dilewati dengan selalu menjaga karakter dan jati diri santri.

Saat ini, santri tak cukup dilabeli dengan nama Santri saja. Pasalnya, mereka bertransformasi dan meng-upgrade dirinya dengan label mahasantri, karena memiliki kemampuan lebih dari kemampuan santri biasa. Dengan mulai berkultur riset yang mengarah pada kemandirian ekonomi dengan nama riset preneur namun tetap memiliki spirit religius.

Selamat Hari Santri dan Mahasantri

Shinta Novitasari

Mendapati makna Hari Santri tahun ini yakni Santri Siaga Jiwa Raga sempat terbesit kebingungan dalam pikiran. Pasalnya, tema itu lebih cocok digunakan untuk suasana atau kondisi peperangan atau kegentingan.

Namun, usai membaca makna sebenarnya yang dilansir dari berbagai pemberitaan ternyata tidak seperti yang saya perkirakan. Ada makna mendalam yang disematkan kepada santri dari tema tersebut.

Dari prespektif perguruan tinggi NU yang mahasiswanya dianalogikan sebagai mahasantri diperlukan penegasan paradigma, karena mahasantri dituntut tidak hanya akhlak mulia tetapi juga ada tuntutan berfikir ilmiah, logis, dan mengedepankan proses pembuktian yang masuk akal berupa riset.

Mahasantri dari pondok pesantren salaf yang belum sempat melakukan penelitian, butuh effort serius karena sebelumnya sumber keilmuan terpusat dari guru, ustad, dan kiai. Beda dengan pesantren modern atau salaf modern yang memiliki program karya ilmiah yang terstandar nasional dan internasional.

Jika Siaga Jiwa dimaknai dengan kesiapan secara akhlak, maka mahasantri menitikberatkan akhlak mengahadapi globalisasi. Siaga Raga pun sama, pemikiran dan tindakan dapat berkolaborasi bahkan siap bersaing dengan para globalis, sekuleris, kapitalis, dan kaum-kaum lain yang bertentangan dengan kultur santri.

Embel-embel Santri menjadi landasan jiwa dan raga dalam menyikapi mereka. Pasalnya, negeri ini terbentuk dari kultur dan jiwa raga para santri yang mendedikasikan diri tanpa pujian atau pengakuan.

Santri dan Mahasantri saat ini fokus menyongsong 1 abad NU. Karena itu ada program bagi Mahasantri untuk  menempuh pendidikan hingga Strata 3. Tak sedikit pula yang menempuh pendidikan di luar negeri dengan berbagai macam kompetensi dengan standarisasi global.

Hari Santri dengan berbagai macam tema menjadi moment untuk mendorong dan menyemangati santri dan mahasantri berkiprah dalam berbagai hal. Ada ungkapan dari Lesbumi NU Sidoarjo yakni Mewarnai Dakwah Islam Nusantara yang berarti ada banyak warna dalam menerapkan Ahlussunnah wal Jamaah Annahdliyah di Nusantara.

Warna-warna itu merupakan potensi dan kompetensi yang juga jadi strategi mempertahankan bahkan mengembalikan kultur yang sempat terdisrupsi. Kultur yang semakin terancam menuju keterhapusan oleh perkembangan zaman dan teknologi.

Dalam teori siklus yang dilansir dari buku Pengantar Ringkas Sosiologi (2020) karya Elly M. Setiadi yang menggambarkan bahwa perubahan sosial bagaikan roda yang sedang berputar. Artinya, perputaran zaman tak dapat dielakkan.

Jika masyarakat mampu merespon tantangan kehidupan dan mampu menyesuaikan diri maka masyarakat itu mengalami perkembangan dan kemajuan. Dan bisa juga sebaliknya.

Para santri telah mengalami berbagai macam pergolakan. Pra perjuangan, proses perjuangan, dan pasca perjuangan yang dilewati dengan selalu menjaga karakter dan jati diri santri.

Saat ini, santri tak cukup dilabeli dengan nama Santri saja. Pasalnya, mereka bertransformasi dan meng-upgrade dirinya dengan label mahasantri, karena memiliki kemampuan lebih dari kemampuan santri biasa. Dengan mulai berkultur riset yang mengarah pada kemandirian ekonomi dengan nama riset preneur namun tetap memiliki spirit religius.

DKV Kenduren di Cafe

Pameran Visualistation kembali digelar program studi Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas NU Sidoarjo (Unusida). Bertempat di Dimithree Cafe Kavling DPR Sidoarjo kegiatan tersebut berlangsung selama 2 hari, 25 hingga 26 September 2021.

Ketua Himpunan Mahasiswa DKV Ari Miftakhusidki menuturkan bahwa pameran itu merupakan yang ke-7 kalinya. “Ini kegiatan rutin akhir semester kami,” tuturnya.

Ada beragam karya yang ditampilkan di Visualistation 7 kali ini. Di antaranya sketsa, animasi, motion graphic, UI dan UX Design, Illustrasi, fotografi, nirmana, dan tipografi.

Tercatat ada sekitar 50 karya yang sudah melewati tahap kurasi oleh dosen kemudian  dipamerkan di Visualistation.

Pameran kali ini, lanjut Ari, mengambil Tema Kenduren, yang berarti berkumpulnya banyak orang yang saling berinteraksi dan menjalin harmonisasi serta mempunyai harapan yang sama.

Sementara itu ketua pelaksana Rama Lazuardi menambahkan, Visualistation kali ini tidak hanya menampilkan karya tapi juga menjalin hubungan dengan lembaga kurator dan seniman Jawa Timur bernama Biennale.

Pada kesempatan tersebut, mereka juga turut mensosialisasikan program gelaran pameran yang akan dilaksanakan.

Rama berharap ada jalin kerja sama antara DKV dengan Biennale supaya bisa menggugah semangat berkesenian mahasiswa dan mendorong usaha kreatif yang ada di Sidoarjo.

Menurut Ketua Program Studi DKV Putra Uji Deva Satrio bahwa masa pandemi mendorong manusia untuk berfikir kreatif. Supaya bisa tetap survive selama masa pandemi.

“Meski mengalami banyak rintangan, membuat event yang kami bikin semakin lebih baik,” pungkas Satrio. (Yoga)

DKV Kenduren di Cafe

Pameran Visualistation kembali digelar program studi Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas NU Sidoarjo (Unusida). Bertempat di Dimithree Cafe Kavling DPR Sidoarjo kegiatan tersebut berlangsung selama 2 hari, 25 hingga 26 September 2021.

Ketua Himpunan Mahasiswa DKV Ari Miftakhusidki menuturkan bahwa pameran itu merupakan yang ke-7 kalinya. “Ini kegiatan rutin akhir semester kami,” tuturnya.

Ada beragam karya yang ditampilkan di Visualistation 7 kali ini. Di antaranya sketsa, animasi, motion graphic, UI dan UX Design, Illustrasi, fotografi, nirmana, dan tipografi.

Tercatat ada sekitar 50 karya yang sudah melewati tahap kurasi oleh dosen kemudian  dipamerkan di Visualistation.

Pameran kali ini, lanjut Ari, mengambil Tema Kenduren, yang berarti berkumpulnya banyak orang yang saling berinteraksi dan menjalin harmonisasi serta mempunyai harapan yang sama.

Sementara itu ketua pelaksana Rama Lazuardi menambahkan, Visualistation kali ini tidak hanya menampilkan karya tapi juga menjalin hubungan dengan lembaga kurator dan seniman Jawa Timur bernama Biennale.

Pada kesempatan tersebut, mereka juga turut mensosialisasikan program gelaran pameran yang akan dilaksanakan.

Rama berharap ada jalin kerja sama antara DKV dengan Biennale supaya bisa menggugah semangat berkesenian mahasiswa dan mendorong usaha kreatif yang ada di Sidoarjo.

Menurut Ketua Program Studi DKV Putra Uji Deva Satrio bahwa masa pandemi mendorong manusia untuk berfikir kreatif. Supaya bisa tetap survive selama masa pandemi.

“Meski mengalami banyak rintangan, membuat event yang kami bikin semakin lebih baik,” pungkas Satrio. (Yoga)