Mahasiswa UNU Mewarisi Keilmuan Pendiri Bangsa

Oleh A. Mun’im DZ (Wasekjen PBNU)

Unusida tidak hanya berdiri sebagai kampus, tetapi juga sebagai wujud dan bukti NU yang tidak hanya bisa bertahan tetapi juga bisa berkembang. Jika menoleh pada sejarah, hingga kini NU telah membuktikan diri bertahan dari perubahan dan tekanan zaman.

Sebelum kemerdekaan, NU telah berhadapan dengan penjajah dan telah terbukti tanpa pamrih berbakti untuk negeri. Setelah kemerdekaan, NU juga berhadapan dengan kelompok Islam eksklusif yang menginginkan Indonesia menjadi negara Islam.

Tak cukup itu saja, pemberontakan PKI juga menjadi bagian dari perjuangan NU yang telah merenggut nyawa tak hanya warga, santri, bahkan kiai yang juga menjadi sasaran penumpasan. Di tambah lagi saat Orde Baru berkuasa yang tak memberi ruang dan kesempatan NU berkiprah dan berkarya apalagi terlibat dalam pembuatan atau pembahasan kebijakan.

Namun, Orde Baru memberi pelajaran berharga bagi NU tentang cara berkhitmat, berhitung, dan memanfaatkan momentum jika nantinya mendapatkan kesempatan. Terbukti setelah memasuki Orde Reformasi NU menampakkan diri dengan kedikdayaannya, salah satu contoh K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang menduduki kursi pimpinan tertinggi NKRI.

Meski tak berlangsung lama, Gus Dur telah menginspirasi banyak orang, terutama generasi NU, bahwa Nahdliyin diakui tak hanya oleh masyarakat nasional tetapi juga masyarakat dunia. Mulai dari pemikiran, hingga standarisasi kehidupan berbangsa dan bernegara -tak terkecuali berpolitik.

Reformasi juga memberikan kesempatan NU berkiprah di tingkat internasional dengan pemikiran rahmatan lil alamin-nya. Hingga hari ini lebih dari 60 negara merasakan kehadiran NU melalui Pengurus Cabang Istimewa.

Tak terkecuali di negara-negara konflik seperti Afganistan, yang kini dikuasai oleh Taliban. Hubungan dengan Taliban dimulai saat pembebasan 21 warga negara Korea Selatan yang disandra waktu itu.

Di antara kebuntuhan negara-negara termasuk PBB membebaskan tawanan itu, NU hadir bernegoisasi, dan berdiskusi tentang membangun sebuah negara dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Alhasil, hal itupun diterima dan berhasil membebaskan para tawanan.

Tak cukup itu saja, kerja sama keilmuan juga dijalin demi mencetak kader-kader yang tak hanya militan keilmuan tetapi juga militan menjaga tradisi dan warisan para pendahulu. Seperti Komite Hijaz berjuang mempertahankan situs penting Islam yang hingga saat ini bisa dinikmati oleh umat seluruh dunia.

Masuk di Universitas NU para mahasiswa akan mendapatkan kesempatan mencari ilmu, mendapatkan keberkahan, bisa melanjutkan perjuangan para pendahulu yang sudah diakui secara nasional, internasional, hingga di kehidupan akhirat kelak bertemu Sang Maestro Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW.

Semoga Unusida dilimpahkan keberkahan dalam mengantarkan anak-anak menjemput masa depan kebermanfaatan umat dan masyarakat.

Unusida Bikin Prof. Mas’ud Baper

Pekan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas NU Sidoarjo (Unusida) tingkat universitas ditutup dengan orasi ilmiah Prof. M. Mas’ud Said. Dalam orasinya ia menyampaikan peluang mahasiswa jika mereka rajin dan tekun mencari ilmu.

“Siapa yang mengira saya pernah manjadi staf kepresidenan. Saat ini saya juga dipercaya menjadi komisaris Bank Jatim oleh ibu gubernur,” tegas Mas’ud.

Ia menambahkan, selama menjadi staf khusus kepresidenan tak sedikit kader maupun warga NU menempati posisi penting di pemerintahan. Hal itu menunjukkan bahwa warga dan generasi NU mulai ada ketertarikan menempati sektor pengambil kebijakan.

“Waktu di staf khusus saya banyak melihat orang tahlilan, yasinan, puasa Senin dan Kamis di kantor-kantor,” ungkapnya.

Maka dari itu, lanjutnya, mahasiswa Unusida harus mempersiapkan diri bersaing dan berprestasi dengan kader-kader di luar NU. Dan hal itu telah ditunjukkan oleh Mega Firdaus yang membuktikan diri menjadi yang terbaik di Jawa Timur dan masuk 15 Finalis di Pilmapres Nasional.

Namun, sebagai seorang anak mahasiswa harus tetap berbakti kepada orangtua. Pasalnya, setiap hal istimewa yang muncul dalam kehidupan seorang anak ada peran orangtua.

“Saya sering melihat ibu saya pegang tasbih, dan mendoakan saya,” tegas Mas’ud.

Melihat kondisi Unusida saat ini Ketua Dewan Penyantun Unusida itu teringat 10 tahun lalu bersama K.H. Abdi Manaf ketua PCNU lama yang sekaligus penggagas Unusida. Kampus NU di Sidoarjo menjadi cita-cita pengurus NU waktu itu yang kemudian diwujudkan bersama-sama dengan pengurus Maarif.

Sehingga menjadi kewajiban bagi warga NU khususnya di Sidoarjo menguliahkan anaknya di Unusida. Hal itu pula yang mendorong Mas’ud bersemangat mengabdi dan mengembang kampus yang terletak di Lingkar Timur itu.

“Unusida ini bikin saya baper,” tegasnya, Selasa 21 September 2021 di Hall Rohmatul Ummah.

Pelaksanaan PKKMB tahun ini dilaksanakan secara online dan offline. Untuk Offline dilakukan secara bergelombang dengan menerapkan protokol kesehatan. Kegiatan tersebut diikuti oleh sekitar 633 mahasiswa baru.

Jumlah tersebut diperkirakan mengalami penambahan karena penerimaan pendaftaran masih dibuka. Selain itu ada data dari pihak penerimaan mahasiswa yang belum masuk ke panitia PKKMB.

Santri Kampus Merdeka

Oleh Aries Izzudin

Alumni MQ dan Dosen Universitas NU Sidoarjo

Kaum santri lahir bersamaan dengan kemunculan pesantren di Nusantara yang berarti telah ada sejak sekitar abad ke-16. Dunia kaum santri tidak hanya berkutat pada pesantren dan kitab kuning. Pada masa kolonialisme, kaum santri juga ikut mengangkat senjata merebut kemerdekaan, menjadi motor perjuangan, bahkan terlibat dalam merumuskan dasar negara.

Keterlibatan Santri dalam memperjuangkan kemerdekaan dan menabuh genderang jihad melawan penjajahan tidak boleh dinafikan. Bahkan dalam sejarahnya, keberadaan santri di pesantren-pesantren yang ada di seluruh penjuru negeri digambarkan sebagai tembok baja atau benteng yang kokoh bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Tidak cukup sampai disitu, dari pesantren-pesantren inilah muncul perlawanan-perlawanan karena lahir para pemberani yang rela mati demi negaranya. Bahkan tak terhitung berapa juta santri yang merelakan nyawanya untuk mempertahankan negara,  sebelum maupun sesudah kemerdekaan.

Pada 1821-1837, Tuanku Imam Bonjol memimpin pergerakan kaum Paderi, Minangkabau. Di Aceh, Islam menjadi ruh penggerak utama untuk melawan kolonial. Aceh baru berhasil ditaklukkan setelah Belanda menyusupkan Snouck Hurgronje.

Sedangkan di Jawa, catatan perjuangan kaum santri tak ada henti-hentinya. Mulai dari pertempuran Fatahillah melawan Portugis, Perang Jawa (1925-1930) yang dipimpin Pangeran Diponegoro, pemberontakan petani Banten 1888, hingga Resolusi Jihad Oktober 1945.

Tak terhitung jumlah tokoh pergerakan santri ini gugur sebagai syuhada. Untuk mengenang jasa para pejuang itu pemerintah Republik Indonesia memberikan gelar pahlawan kepada mereka -meskipun tidak sedikitpun penghargaan itu diharapkan.

Perjuangan kaum santri dalam merebut kemerdekaan dari penindasan kaum penjajah adalah wujud independensi kaum santri. Mereka tidak bisa didikte oleh penjajah, mengesampingkan janji-janji manis yang diberikan oleh Belanda berupa jabatan-jabatan strategis, partner dagang maupun kesempatan belajar di sekolah-sekolah buatan Belanda. Mereka berpendapat bahwa bangsa ini tidak bisa didikte oleh kekuatan kaum penjajah dan harus bebas dari belenggu penjajah, dengan demikian harus dilawan dengan segala kekuatan yang ada, fisik maupun pemikiran.

Setelah berjuang merebut kemerdekaan dari penjajah, sebagaimana yang disampaikan KH Saifuddin Zuhri dalam buku autobiografinya “Guruku Orang-orang dari Pesantren” kaum santri kembali ke habitatnya masing-masing melanjutkan perannya di masyarakat, ada yang meleburkan diri ke dalam TNI, adapun sisanya yang tersebar untuk kembali ke pondok pesantren.

Kembali mendirikan pesantren serta mengajar dan menjadi kiai. Santri yang ingin jadi fashion creator kembali dan membuka lapak Taylor, yang hair stylies kembali memegangi kepala, dan yang ustadz kembali ke madrasahnya masing-masing.

Mereka puas telah menyumbangkan sesuatu kepada tanah air ini, kepada negara ini, di saat yang paling sulit, dan di saat nyawa menjadi taruhannya. Tetap bersyukur bahwa Allah melindungi mereka. Harapan mereka cuma satu, semoga amalnya diterima Allah sebagai amal yang saleh.

Santri yang sudah menjadi kiai dan mendirikan pesantren, sifat pesantren pada umumnya sangat mandiri, tidak sepenuhnya tergantung kepada pemerintah atau kekuasaan yang ada. Karena sifat mandirinya itu, pesantren bisa memegang teguh kemurnian lembaga pendidikan Islam.

Karena itu, pesantren tidak mudah disusupi oleh ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dan spirit dunia santri. Tetap independen sekalipun kerap kali diterpa berbagai godaan yang terkadang mengancam akar budaya pesantren.

Pendidikan pondok pesantren juga jadi bagian dari sistem pendidikan nasional yang memiliki 3 unsur utama, yaitu: 1) Kiai sebagai pendidik sekaligus pemilik pondok dan para santri; 2) Kurikulum pondok pesantren; dan 3) Sarana peribadatan dan pendidikan, seperti masjid, rumah kiai, dan pondok, serta sebagian madrasah dan bengkel-bengkel keterampilan. Kegiatannya terangkum dalam Tridarma Pondok pesantren: Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT; 2) Pengembangan keilmuan yang bermanfaat; dan 3) Pengabdian kepada agama, masyarakat, dan negara.

Ciri khas pesantren semenjak dulu yang menjadikan daya pikat masyarakat adalah kesederhanaan, kemandirian, kebersamaan, keikhlasan, kepatuhan kepada guru, kepatuhan kepada nilai-nilai moral, dan akhlak, kesalehan invidual maupun kesalehan sosial dan lain sebagainya. Ternyata sistem ini sangat efektif untuk mendidik dan menciptakan  generasi Islam yang independen.

Berbagai unsur di atas merupakan bekal yang menjadikan pesantren sebagai lembaga yang mandiri dan santrinya mantab dengan independensi yang kuat.

Perkembangan pendidikan pondok pesantren pada periode Orde Baru seakan tenggelam eksistensinya karena seiring dengan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada kepentingan umat Islam terutama dunia santri. Presiden Soeharto juga pernah menawarkan RUU Pesantren kepada Nahdlatul Ulama, namun Ketua Fraksi PPP yang saat itu diketuai oleh K.H. Bisyri Syamsuri menolak. Salah satu pendiri NU itu khawatir independensi pesantren akan terganggu dengan RUU Pesantren.

Meskipun berbagai macam perundang-undangan tentang pesantren mencoba untuk dibuat, para santri yang sudah menjadi kiai tetap pada independensinya terus membangun lembaga pendidikan dengan segala kemampuan yang dimiliki.

Banyak alumni pesantren yang mendirikan pesantren maupun madrasah atau sekolah atas dana swadaya masyarakat dan usaha kiai. Lembaga-lembaga tersebut eksis hingga kini dan sangat mempengaruhi kecerdasan hidup berbangsa dan bernegara.

Kemandirian dan kesederhanaan pesantren tidak boleh terganggu. Pesantren harus dijaga independensinya meskipun suatu saat nanti ada undang-undang yang mengatur pesantren.

Independensi santri juga tampak dalam bidang ekonomi. Santri yang umumnya bekerja di sektor non formal semakin leluasa bergerak dan menebarkan pengaruh nilai-nilai pesantren di masyarakat karena tidak ada kepentingan apapun yang menyertai. Dengan sangat leluasa mempengaruhi pola hidup masyarakat supaya agamis, berbudi pekerti serta menjadikan warga negara yang baik.

Zaman sudah berubah setelah reformasi 1997 bergulir, peran kaum santri semakin meluas, tidak hanya menjadi kiai dan mendirikan pesantren maupun madrasah. Santri sudah menguasai berbagai posisi strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada zaman orde baru kaum santri terutama yang mempunyai latar belakang keluarga Nahdlatul Ulama sangat sulit untuk menjadi aparatur sipil negara (asn) namun kini kesempatan itu ada.

Banyak juga santri berkiprah di dunia politik. Mereka juga ada yang menduduki jabatan penting di lembaga tinggi negara, mulai eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

Akses belajar di perguruan tinggi juga sudah begitu mudah, para santri kini mempunyai beragam profesi yang linier dengan kompetensi dan passion-nya. Tak sedikit pula yang mengambil peran menjadi arsitektur, pengusaha, hakim, dosen, Polisi, TNI, komedian, penyanyi hingga programer, dan berbagai profesi yang dahulu seolah tidak mungkin dimiliki santri sebelum era reformasi.

Dengan beragamnya profesi yang dimiliki, mereka tetap dituntut untuk bisa menjaga independensinya di manapun dan kapanpun. Mereka berkewajiban menjaga karakter santri yakni sebagai muslim yang berakhlakul karimah.

Santri yang merdeka adalah santri yang tidak terpengaruh oleh godaan dan tidak bisa dipengaruhi oleh niat dan perbuatan buruk siapapun. Tak terombang-ambing oleh perubahan zaman. Tetap teguh pendirian sebagai santri untuk menebarkan Islam Rahmatal lil Alamin demi kemaslahatan umat.

Pemkab dan Unusida Gelar Vaksinasi Bersama

Dalam rangka turut serta mempersiapkan pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah, pemerintah kabupaten Sidoarjo, Universitas NU Sidoarjo (Unusida), dan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Unusida menggelar penyuntikan 1000 dosis 1 vaksin Sinovac.

Ketua panitia yang juga merupakan ketua IKA Unusida Rifaul Doni menjelaskan, menurunnya angka penyebaran Covid-19 harus dimanfaatkan dengan memberikan vaksin secara masal kepada peserta didik. “Saat ini zona penyebaran sudah mulai menurun. Anak-anak sudah banyak yang ingin kembali ke sekolah,” jelas Doni, Kamis, (9/9/2021) di Hall KBIH Rohmatul Ummah Sidoarjo.

Program vaksinasi, lanjut Doni, jadi harapan keberhasilan pendidikan yang ada di lembaga-lembaga pendidikan. Karena itu pihaknya bersama pemerintah dan Unusida memfasilitasi pemberian vaksin kepada pelajar, mahasiswa, dan calon mahasiswa Unusida.

Dikarenakan terbatasnya jumlah vaksin, maka pihak panitia menunjuk dan mengundang pesertanya. Yang mendapatkan undangan vaksinasi yakni SMK Plus NU, santri pondok pesantren Alhidayah, SMA Islam, MA Wali Songo, dan SMK Diponegoro. Adapun keluarga dosen dan karyawan Unusida.

Doni berharap, kerja sama tersebut tidak berakhir pada program itu saja. Pasalnya, masih banyak lembaga pendidikan yang belum menerima dan membutuhkan vaksinasi.

Di tempat yang sama Wakil Rektor 1 Unusida Hadi Ismanto mengapresiasi kegiatan yang diinisiasi para alumni yang tergabung dalam IKA Unusida. Hal itu menjadi wujud bahwa mereka masih menjadi bagian dari Unusida.

“Mewakili kampus kami bangga dan berterima kasih kepada alumni. Ini bagian dari pengabdian kepada masyarakat yang kami wujudkan bersama para lulusan,” ungkap Hadi.

Ketua DPRD Bekali Mahasiswa Wawasan Legislatif

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sidoarjo hadir dalam rangka kegiatan Sekolah Legislatif yang dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo di Kampus 2 Lt 3 Unusida, Jl Rangkah Kidul Kabupaten Sidoarjo, Jumat (27/08/2021)

Agenda yang dilaksanakan dalam bentuk dialog interaktif tersebut mengusung tema Pemahaman Kelegislatifan menghadirkan narasumber khusus, yakni ketua DPRD Kabupaten Sidoarjo H. Utsman.

Ia pun mengapresiasi kegiatan itu karena tetap mematuhi Prokes dan aturan Pemerintah. “Saya mengapresiasi dan mendukung atas terselenggaranya sekolah legislatif ini bagi kalangan mahasiswa,” kata H. Utsman.

Ia menambahkan, dengan terselenggaranya kegiatan ini mahasiswa dapat mengenal parlemen atau DPRD mulai dari kewenangan hingga hak-hak istimewanya. Sehingga, diharapkan timbul inisiatif ataupun keinginan untuk menjadi anggota DPRD di massa depan.

“Karena di DPRD dapat merasakan kebermanfaatan apa yang menjadi kewenangan dalam memperjuangkan hak-hak rakyat melalui parlemen ini,” imbuhnya.

Lebih jauh ia mengatakan, ketika ingin menjadi Legislator yang profesional perlu dibekali dengan wawasan. Yang terpenting adalah selalu jalin komunikasi dengan berbagai kalangan.

Ketua DPRD Kabupaten Sidoarjo mengharapkan dengan adanya sekolah legislatif yang dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Unusida tersebut peserta dapat memahami tugas serta wewenangnya.

“Dari materi yang saya sampaikan tadi semoga menjadi awal pencerahan untuk bisa dekat dengan wakilnya (rakyat),”ucapnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Nahdlatul Ulama Abdullah Aziz Masyhuri mengungkapkan dengan adanya kegiatan seperti ini merupakan bentuk edukasi dari tupoksi legislatif, karena Unusida merupakan ladang menggali keilmuan apapun khususnya ilmu kelegislatifan.

“Kampus ini juga digambarkan sebagai miniatur negara yang didalamnya ada satu kesatuan dari 3 lembaga yang dinamakan trias politica, salah satunya adalah Legislatif,” pungkasnya. (Mat)

BEM FT Gelar Olimpiade Matematika dan Sains Nasional

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik (BEM FT) Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida) gelar Olimpiade Matematika dan Sains antar SMA/SMK/MA tingkat Nasional.

Olimpiade bertakjub National Mathematics & Science Olimpiad (NMSO) ini digelar secara virtual dan diikuti sebanyak 110 peserta dari seluruh Indonesia. Kegiatan tersebut resmi dibuka oleh Rektor Unusida Dr. H. Fatkhul Anam pada Sabtu (28/8/2021).

Dalam sambutannya, Fakhul Anam sangat mengapresiasi mahasiswa Fakultas Teknik yang membuat langkah positif dalam mengenalkan Unusida di ranah nasional dengan menggelar olimpiade.

“Saya sangat senang dan bangga terhadap mahasiswa Fakultas Teknik atas prestasi yang berhasil ditorehkan baik di tingkat regional maupun nasional selama ini. Dan sekarang mampu untuk menyelenggarakan kompetisi tingkat nasional,” ungkapnya.

Fatkhul Anam berharap, olimpiade ini dapat menjadi ajang berlatih peserta didik dalam belajar untuk mengasah kemampuan masing-masing untuk berkompetisi dalam masa pandemi.

Ia juga berpesan kepada seluruh peserta NMSO dapat mengikuti dengan tertib dan juga tetap menjaga sportifitas agar tercipta olimpiade yang kompetitif.

“Selamat datang dan berlomba para peserta, kalah dan menang itu adalah urusan nanti, yang penting adalah kalian telah berani berekspresi dan tampil di ajang kompetisi nasional NMSO ini,” ujar Rektor Unusida.

Senada dengan itu, Dekan Fakultas Teknik Unusida Luqman Hakim juga bangga atas inovasi para mahasiswa yang tetap berkegiatan di tengah pandemi dengan membuat olimpiade tingkat nasional sebagai ajang untuk kembali bersemangat dalam belajar.

“Terima kasih kepada seluruh mahasiswa fakultas teknik yang telah berinovasi di masa pandemi sekarang ini, sangatlah penting untuk tetap produktif berkegiatan serta belajar untuk mengasah kemampuan kita semua,” paparnya.

Sementara itu, ketua pelaksana Layyinatul Khoiriyah menjelaskan, ada 4 mata pelajaran yang dilombakan yakni matematika, fisika, biologi, dan kimia pada babak penyisihan NMSO 2021.

Saat ini, tersisa 16 peserta pada babak semi final yang akan di laksanakan pada Rabu, (1/9/2021).

Nantinya, lanjut Lay akan dikerucutkan kembali menjadi 8 peserta per-mata pelajaran di babak grand final yang akan diselenggarakan pada Minggu, (5/9/2021) besok untuk memperebutkan hadiah jutaan rupiah.

“Selamat mengikuti acara national mathematic and sains olimpiad 2021 ini, jangan dilihat berapa nominal hadiahnya, pengalaman dan ilmu yang bisa kita ambil, semoga bisa bermanfaat bagi kita semua,” pungkasnya. (Fur)