Gagasan dosen Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo

Dosen FKIP UNUSIDA - Fajar Nur Yasin (Foto: Humas UNUSIDA)

Dosen FKIP UNUSIDA: Peringatan Hari Ayah Momentum Menguatkan Peran Orang Tua sebagai Pendidik di Era Digital

Peringatan Hari Ayah Nasional 2025 menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali peran ayah sebagai pendidik utama dalam keluarga, terutama di tengah tantangan era digital. Hal ini disampaikan oleh Fajar Nur Yasin, S.Pd., M.Pd., Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (UNUSIDA).

Momentum peringatan Hari Ayah menjadi refleksi ilmiah untuk menegaskan kembali peran strategis sosok ayah dalam membentuk karakter dan literasi emosional anak. UNUSIDA berkomitmen untuk terus memperkuat sinergi antara pendidikan tinggi dan keluarga, khususnya dalam membangun generasi muda yang berkarakter, cerdas digital, dan berakhlakul karimah.

Menurutnya, di tengah dinamika era digital, peran ayah tidak lagi cukup hanya sebagai pencari nafkah. Lebih dari itu, ayah memiliki fungsi edukatif dan moral yang penting dalam menumbuhkan nilai-nilai tanggung jawab, kedisiplinan, serta keteladanan di lingkungan keluarga.

“Ayah perlu menjadi pembelajar sepanjang hayat dan pendidik digital di rumah. Anak-anak tidak hanya membutuhkan pengawasan, tetapi juga bimbingan nilai dan karakter dari sosok ayah,” ujarnya, Rabu (12/11/2025).

Ia menambahkan, berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan memiliki korelasi positif terhadap perkembangan akademik, sosial, dan emosional anak. Anak yang tumbuh dengan peran aktif ayah cenderung memiliki literasi emosional, kemandirian, dan kepercayaan diri yang lebih kuat dibandingkan dengan anak yang mengalami pola pengasuhan tunggal.

Dalam perspektif pendidikan, Fajar menekankan bahwa dosen dan calon guru perlu memahami posisi ayah sebagai bagian integral dari ekosistem pendidikan keluarga.

“Di FKIP, kita mendidik calon guru agar memahami bahwa pendidikan anak tidak hanya berlangsung di sekolah. Kolaborasi antara ayah, ibu, dan guru merupakan kunci keberhasilan pembentukan karakter,” jelasnya.

Selain itu, Fajar juga menyoroti pentingnya program literasi keluarga dan pendidikan pengasuhan berbasis nilai, agar para ayah di Indonesia mampu beradaptasi dengan perubahan sosial dan teknologi tanpa kehilangan peran dasarnya sebagai pendidik pertama bagi anak.

“Momentum Hari Ayah Nasional harus menjadi pengingat bahwa pendidikan dimulai dari rumah. Keteladanan seorang ayah akan menjadi pelajaran pertama yang diingat anak seumur hidup,” pungkasnya.

Ilustrasi Hari Pahlawan Nasional (Istimewa)

Semangat Kepahlawanan sebagai Puncak Pembelajaran Hidup

Hari Pahlawan yang diperingati setiap 10 November bukan sekadar penanda sejarah, melainkan sebuah monumen pembelajaran hidup yang paling berat bagi bangsa Indonesia. Pertempuran Surabaya 1945 menjadi sekolah kehidupan yang menghasilkan “lulusan” berupa kemerdekaan dan kedaulatan, yang semuanya itu ditebus dengan darah dan pengorbanan para pejuang.

Konsep spiritual Guru dalam Kehidupan, yang terdiri dari tiga hal: Kefakiran, Hati yang Patah, dan Keinginan yang Tidak Terwujud, memberikan lensa filosofis untuk memahami kedalaman makna perjuangan para pahlawan. Tiga guru ini mengajarkan bagaimana ketakutan berubah menjadi keberanian, kekalahan menjadi kemenangan batin, dan kepasrahan menjadi tindakan nyata.

Dari sini, semangat kepahlawanan bukan hanya dimaknai sebagai keberanian mengangkat senjata, tetapi sebagai transformasi batin yang mendalam. Transformasi inilah yang membuat rakyat sipil yang minim pengalaman tempur mampu bangkit melawan kekuatan militer modern dengan tekad dan keyakinan yang tak tergoyahkan.

Guru Pertama: Kefakiran

Kefakiran, dalam konteks individu, mengajarkan ketergantungan mutlak kepada Tuhan. Ia menyadarkan manusia bahwa kekayaan sejati tidak terletak pada harta, melainkan pada rasa cukup dan keberkahan. Nilai ini tercermin jelas dalam peristiwa Pertempuran Surabaya.

Pasca-proklamasi, Indonesia adalah bangsa yang fakir secara material. Laskar rakyat berjuang dengan senjata seadanya, bambu runcing melawan tank dan pesawat tempur. Namun, kefakiran material ini justru melahirkan kekuatan spiritual yang luar biasa. Ketika manusia kehilangan segalanya, yang tersisa hanyalah keyakinan dan doa.

Kekurangan yang ekstrem membuat para pejuang mencari sumber kekuatan yang tak kasat mata: keberkahan, persatuan, dan keimanan. Inilah makna sejati kefakiran, bahwa lapang dan sempitnya hidup tidak ditentukan oleh banyaknya harta, melainkan oleh luasnya hati. Bambu runcing yang disertai tekad dan keikhlasan jauh lebih tajam dari peluru mana pun.

Sebaliknya, pasukan Sekutu yang memiliki senjata dan logistik melimpah justru sering merasa sempit, tertekan oleh perlawanan rakyat yang tak gentar. Senjata mereka gagal menembus semangat yang lahir dari kefakiran.

Dari pelajaran ini, kita belajar bahwa kemerdekaan tidak bisa dibeli dengan uang atau teknologi. Ia ditebus dengan ketulusan berkorban dan keyakinan pada cita-cita. Kesadaran akan kefakiran material justru melahirkan mentalitas “merdeka atau mati”. Seolah menjadi penegasan bahwa kebebasan hanya bisa diraih melalui ketergantungan total kepada Tuhan, bukan kepada fasilitas duniawi.

Guru Kedua: Hati yang Patah

“Hati yang patah” mengajarkan manusia untuk tidak salah menaruh harapan. Ketika seseorang berharap pada selain Tuhan, ujungnya adalah kekecewaan. Pelajaran ini juga dialami oleh bangsa Indonesia dalam perjalanan kemerdekaannya.

Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah bunga harapan yang baru mekar. Namun, kehadiran tentara Sekutu dan kembalinya ambisi Belanda mematahkan harapan itu. Ultimatum Sekutu agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata menjadi luka kolektif yang mendalam.

Rakyat dan pemimpin Surabaya, termasuk Bung Tomo, mengalami patah hati besar. Mereka sadar, harapan terhadap janji baik pihak asing hanya berujung pengkhianatan. Ucapan Sayyidina Ali “jangan terlalu berharap pada manusia, karena yang pasti engkau dapat hanyalah kecewa” menemukan relevansinya di sini.

Kekecewaan itu bukan melemahkan, melainkan membakar tekad perlawanan. Rakyat Surabaya memilih menghadapi kematian daripada kembali diperdaya oleh janji palsu. Dari patah hati itu lahir keberanian yang sejati, keputusan untuk berjuang tanpa berharap pada belas kasihan siapa pun, kecuali pada pertolongan Tuhan.

Pelajaran besar dari Hati yang Patah adalah bahwa kedaulatan sejati hanya dapat dijaga oleh tangan sendiri. Para pahlawan menitipkan harapan kedaulatan kepada Tuhan dan rakyatnya sendiri, bukan pada pengakuan atau bantuan dari bangsa lain.

Guru Ketiga: Keinginan yang Tidak Terwujud

Guru terakhir, Keinginan yang Tidak Terwujud, mengajarkan kita untuk berserah diri dengan penuh kesadaran bahwa tidak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik menurut kehendak Tuhan.

Pasca-proklamasi, keinginan terbesar rakyat Indonesia adalah hidup damai. Namun, kenyataan berkata lain: Pertempuran Surabaya pecah, dan ribuan nyawa menjadi taruhan. Keinginan akan kedamaian tidak terwujud, tetapi dari situlah lahir pelajaran besar tentang keteguhan dan tawakal.

Para pahlawan belajar menerima kenyataan pahit bahwa kemerdekaan sejati memerlukan pengorbanan yang tidak sedikit. Mereka berdoa sepenuh hati, berjuang sepenuh tenaga, dan berpasrah sepenuh jiwa. Tiga sikap inilah yang menjadikan perjuangan mereka suci dan tulus.

Kegagalan mencapai perdamaian justru menjadi batu loncatan bagi legitimasi internasional dan penguatan semangat nasionalisme. Dari keinginan yang tidak terwujud lahir keberkahan yang jauh lebih besar, yaitu pengakuan, persatuan, dan semangat juang yang tidak padam.

Pelajaran utama dari Keinginan yang Tidak Terwujud adalah bahwa perjuangan sejati tidak diukur dari keberhasilan meraih hasil, tetapi dari ketulusan dalam menjalankan peran. Pahlawan sejati adalah mereka yang berjuang sampai akhir, sambil menyerahkan hasilnya kepada Tuhan.

Hari Pahlawan adalah perayaan keberhasilan bangsa Indonesia dalam menempuh tiga kurikulum kehidupan: Kefakiran yang melahirkan keikhlasan, Hati yang Patah yang menumbuhkan keberanian, dan Keinginan Tak Terwujud yang mengajarkan kepasrahan. Ketiganya membentuk karakter bangsa yang kuat, berdaulat, dan beriman.

Nilai-nilai ini harus terus diwariskan kepada generasi penerus. Semangat 10 November mengingatkan bahwa kemerdekaan batin dan kemajuan bangsa tidak akan lahir dari kemudahan dan kenyamanan, tetapi dari kesanggupan menghadapi kekurangan, kekecewaan, dan kegagalan dengan hati yang teguh.

Mengenang Hari Pahlawan seharusnya bukan sekadar upacara atau ritual tahunan, melainkan refleksi mendalam tentang bagaimana tiga guru kehidupan. Kefakiran, Hati yang Patah, dan Keinginan Tak Terwujud, telah mendidik bangsa ini menjadi bangsa yang merdeka lahir dan batin.

Penulis: Achmad Wahyudi (MY)

Refleksi Hari Sumpah Pemuda 2025 (Foto: Istimewa)

Refleksi Sumpah Pemuda 2025: Orkestrasi Ego Organisasi Mahasiswa Jalan Menuju Sinergi dan Mutu

Hari Sumpah Pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober bukan sekadar momen historis, tetapi refleksi abadi tentang resolusi, semangat, dan persatuan. Di tengah derasnya arus globalisasi dan visi besar Indonesia Emas 2045, semangat persatuan itu harus dihidupkan kembali, terutama di lingkungan kampus, tempat lahirnya calon pemimpin bangsa yang Unggul dan Bermutu.

Momentum sumpah pemuda selalu menjadi ruang reflektif bagi kaum muda Indonesia untuk meneguhkan kembali semangat persatuan dan kemajuan sebagaimana tercermin dalam Sumpah Pemuda 1928. Namun, di era modern, bentuk perjuangan itu tak lagi berupa angkat senjata, melainkan ikhtiar intelektual dan kolaboratif dalam membangun bangsa melalui pendidikan. Bagi mahasiswa, semangat Sumpah Pemuda harus diwujudkan dalam kontribusi nyata terhadap Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (UNUSIDA) kini berada pada fase penting dalam upaya meraih Akreditasi Institusi Unggul. Capaian awal sudah terlihat, misalnya Program Studi PGSD yang telah meraih Akreditasi Unggul (A) dari LAMDIK sejak 2022. Capaian ini bukan sekadar tanggung jawab struktural pimpinan kampus, tetapi juga bergantung pada mutu mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan (Ormawa) yang menjadi motor penggerak kegiatan non-akademik.

Ego Sektoral: Penghalang Mutu Non-Akademik

Khususnya, Ormawa di UNUSIDA baik BEM, DPM, HIMA, UKM, maupun organisasi eksternal seperti PMII dan IPNU-IPPNU, sejatinya merupakan garda depan pengembangan mutu non-akademik. Namun, ego sektoral sering kali menjadi batu sandungan. Alih-alih berkolaborasi, banyak Ormawa justru sibuk berebut panggung dan menggelar acara serupa tanpa arah yang terukur. Padahal, prestasi nasional dan internasional merupakan indikator langsung bagi pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Akreditasi Unggul.

Di banyak kampus, termasuk UNUSIDA, sering muncul fenomena kompetisi internal antar-organisasi, di mana masing-masing berlomba menunjukkan eksistensi pribadi tanpa memperhatikan sinergi dan dampak kolektif terhadap mutu kampus. Akibatnya, energi yang seharusnya diarahkan untuk membangun kemajuan bersama justru terpecah oleh perbedaan orientasi dan kepentingan struktural.

Oleh karena itu, tantangan berikutnya adalah memastikan peningkatan Mutu Mahasiswa secara institusional, yakni melalui penguatan peran Organisasi Mahasiswa (Ormawa) baik intra maupun ekstra kampus.

Orkestrasi Ego: Jalan Menuju Sinergi dan Mutu

Dari sinilah gagasan Orkestrasi Ego menjadi penting. Seperti orkestra musik yang membutuhkan keselarasan instrumen agar menghasilkan harmoni, Ormawa pun perlu menyatukan visi dan program agar menghasilkan dampak nyata bagi kampus.

Orkestrasi ego bukan berarti meniadakan perbedaan, melainkan mengelola perbedaan menjadi kekuatan kolektif. Dengan satu visi bersama, mewujudkan mahasiswa UNUSIDA yang Unggul dan Bermutu. Setiap Ormawa dapat memainkan peran spesifiknya dalam mendukung Tri Dharma Perguruan Tinggi.

  • Dalam Pendidikan, Ormawa intra seperti BEM, HIMA, dan UKM dapat berperan memperkuat soft skill, kepemimpinan, dan literasi digital mahasiswa melalui pelatihan, seminar, serta lomba-lomba inovatif.

  • Dalam Penelitian, kolaborasi lintas prodi dan Ormawa bisa menjadi ruang aktualisasi ide-ide kreatif mahasiswa. Contohnya, sinergi lintas disiplin menghasilkan karya seperti Ecodrone, inovasi yang membawa mahasiswa Unusida meraih Gold Award di International Innovation & Invention Summit 2024 di Polandia. Hal serupa perlu direplikasi oleh Ormawa intra kampus agar kolaborasi lintas bidang menjadi budaya baru.

  • Dalam Pengabdian Masyarakat, Ormawa ekstra kampus seperti PMII dan IPNU-IPPNU telah berperan aktif melalui kegiatan sosial, pendidikan keagamaan, dan penguatan karakter berbasis nilai Aswaja An-Nahdliyah. PMII dengan fokus pada nalar kritis dan advokasi sosial, serta IPNU-IPPNU dengan kekuatan kaderisasi dan nilai Aswaja An-Nahdliyah, harus diorkestrasi menjadi kekuatan soft skill mahasiswa UNUSIDA: kritis, berkarakter, dan beretika.

Ketiga ranah ini, bila diorkestrasi dengan baik, akan memperkuat posisi mahasiswa sebagai pelaku Tri Dharma sejati, tidak hanya akademis, tetapi juga sosial dan moral.

Satu Visi, Tujuh Aksi, Tunggal Dedikasi

Penyelarasan seluruh program Ormawa dirasa sangat penting agar bergerak dalam harmoni menuju satu tujuan: meningkatkan mutu dan capaian prestasi mahasiswa. Refleksi Sumpah Pemuda 2025 di Unusida menegaskan pentingnya satu kesepahaman bersama:

“Satu Visi: Unggul dan Bermutu 2026; Tujuh Aksi Terkoneksi; Tunggal Dedikasi demi Akreditasi Unggul.”

Untuk mewujudkan Visi Unggul dan Bermutu, Ormawa UNUSIDA perlu menjalankan Tujuh Aksi strategis, yaitu:

  1. Peningkatan Prestasi Nasional & Internasional

  2. Peningkatan Kualitas Kepemimpinan & Manajerial

  3. Penguatan Riset Mahasiswa

  4. Pengembangan Pengabdian Masyarakat

  5. Penciptaan Start-up dan Kewirausahaan

  6. Penguatan Jejaring Alumni & Industri

  7. Penguatan Karakter Ke-NU-an

Setiap aksi harus diukur dengan data luaran konkret dan kontribusinya terhadap mutu mahasiswa. Jika seluruh Ormawa bergerak dalam tujuh poros aksi tersebut, maka setiap kegiatan akan memiliki nilai terukur terhadap IKU dan secara langsung mendukung mutu institusi.

Dalam hal ini, upaya kampus melalui pelaksanaan Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa Tingkat Menengah (LKMM-TM) yang menekankan pada manajemen dan pengukuran kinerja pengurus Ormawa harus menjadi fondasi nyata dalam penerapan program. Orkestrasi ego memastikan pelatihan tidak berhenti di ruang seminar, tetapi diterapkan di lingkungan kampus dan masyarakat.

Pemimpin sebagai Dirigen Perubahan

Pemimpin Ormawa dituntut menjadi dirigen, bukan rival. Mereka harus menundukkan ego pribadi dan struktural untuk membangun harmoni kolektif. Inilah makna Tunggal Dedikasi: komitmen moral untuk menomorsatukan mutu kader dan prestasi lembaga di atas popularitas pribadi.

Pemimpin Ormawa bukan sekadar pengatur agenda, tetapi dirigen perubahan yang mampu menyatukan potensi individu menjadi kekuatan kolektif. Mereka harus memiliki kecerdasan emosional, visi strategis, dan integritas moral agar dapat menengahi konflik antar organisasi serta menjaga fokus pada misi akademik dan sosial kampus.

Pemimpin yang mampu mengorkestrasi ego adalah mereka yang memiliki kecerdasan emosional, integritas, dan kenegarawanan. Mereka bukan hanya pemimpin organisasi, tetapi penggerak peradaban kampus.

Setiap kegiatan mahasiswa seharusnya menjadi perwujudan nyata Tri Dharma Perguruan Tinggi:

  • Pendidikan yang melahirkan insan cendekia berkarakter,

  • Penelitian yang berorientasi pada solusi sosial dan inovasi teknologi,

  • Pengabdian masyarakat yang memperkuat nilai kemanusiaan dan kebangsaan.

Dengan semangat itu, kegiatan mahasiswa tidak lagi sebatas acara seremonial, tetapi bagian dari ekosistem mutu kampus yang berkelanjutan.

Jika seluruh Ormawa, baik Intra maupun Ekstra Kampus mampu menerapkan model Satu Visi, Tujuh Aksi, Tunggal Dedikasi, maka Unusida akan menjadi model kampus NU unggulan dalam mencetak Pemuda Unggul Bermutu yang siap bersaing di level nasional dan global.

Refleksi Spirit Sumpah Pemuda

Pada momentum Sumpah Pemuda 2025, mari seluruh Ormawa UNUSIDA berseru dalam satu irama:

“Jadilah Dirigen atas dirimu sendiri. Rangkul perbedaan, reduksi ego, dan ciptakan simfoni program yang harmonis demi mutu tertinggi mahasiswa Unusida.”

Spirit Sumpah Pemuda 1928 mengajarkan bahwa persatuan bukanlah keseragaman, melainkan komitmen untuk berjalan dalam arah yang sama. Dalam konteks Ormawa, hal itu berarti mengubah pola pikir “siapa yang paling unggul” menjadi “bagaimana kita bisa unggul bersama”.

UNUSIDA memiliki semua modal menuju hal itu. Mulai SDM potensial, prestasi nasional dan internasional, serta nilai-nilai ke-NU-an yang menjadi fondasi moral. Yang dibutuhkan kini hanyalah orkestrasi ego agar setiap potensi berjalan seirama menuju kampus Unggul dan Bermutu. Sekaligus mewujudkan cita-cita besar: Mahasiswa Unggul Bermutu, Pemimpin Bangsa Masa Depan.

Penulis; Achmad Wahyudi (MY)

Kepala UPT PIK UNUSIDA, H. Arisy Karomy Ulas Skala Prioritas dalam Beragama (Foto: Humas UNUSIDA)

Gus Arisy Ulas Skala Prioritas dalam Beragama, Jaga Sholat Saat Karnaval

Bulan Agustus selalu identik dengan perayaan kemerdekaan bangsa. Tahun 2025 ini, Indonesia genap berusia 80 tahun. Euforia peringatan diwujudkan dengan berbagai acara rakyat, salah satunya karnaval. Konvoi kreatif penuh warna ini berjalan berjam-jam menyusuri rute panjang dengan aneka tampilan kostum, hiasan, dan atraksi budaya.

Namun, di balik kemeriahan karnaval, ada satu hal penting yang kerap terabaikan: shalat wajib. Tidak jarang, durasi karnaval memakan waktu lebih dari dua waktu shalat fardlu, biasanya Dhuhur dan Ashar. Pertanyaannya, bagaimana peserta karnaval bisa menjaga shalat tetap tepat waktu?

Jama’ Shalat: Solusi atau Sekadar Alasan?

Sebagian peserta yang sadar akan kewajiban shalat mencoba mencari solusi dengan jama’ shalat, baik jama’ taqdim (menggabungkan Dhuhur dan Ashar di waktu Dhuhur) maupun jama’ ta’khir (menggabungkan keduanya di waktu Ashar).

Namun, perlu diingat: shalat adalah rukun Islam kedua, ibadah paling utama setelah syahadat. Nabi Muhammad SAW menegaskan, amalan pertama yang dihisab di akhirat adalah shalat. Syarat utama sahnya shalat adalah dikerjakan tepat waktu. Menjama’ shalat berarti melanggar syarat waktu, kecuali ada udzur syar’i yang membolehkannya.

Dalam fikih, rukhsah jama’ shalat diperbolehkan karena beberapa sebab: safar, sakit, hujan lebat, keadaan darurat, atau hajat mendesak yang tak bisa dihindari. Pertanyaannya, apakah karnaval termasuk udzur syar’i?

Keterangan Ulama dan Fatwa Ormas

NU Online pernah memuat kajian fikih bahwa jama’ shalat boleh dilakukan pada kondisi tertentu di luar safar. Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah menyebut lima alasan: haji di Arafah dan Muzdalifah, safar, hujan, sakit, dan kebutuhan mendesak.

Karnaval adalah kegiatan yang dilakukan dengan perasaan gembira, menghibur, dan tanpa paksaan. Dengan kata lain, tingkat kesulitan dalam melaksanakan shalat bagi setiap orang yang ikut karnaval bisa berbeda-beda, atau bahkan mungkin tidak ada kesulitan sama sekali.

Oleh karena itu, karnaval tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang mengikat atau memaksa pesertanya. Karnaval tidak termasuk dalam kategori kondisi yang mendapatkan rukhshah. Dalam pandangan ushul fiqh, karnaval tidak bisa dijadikan ‘illat (alasan) atau udzur syar’i yang membolehkan menjamak shalat.

Begitu pula Fatwa Tarjih Muhammadiyah (2004) memperbolehkan jama’ shalat bagi non-musafir karena hajat penting, tetapi dengan catatan tidak menjadi kebiasaan.

Masalahnya, karnaval bukanlah hajat penting. Karnaval adalah hiburan, ekspresi budaya yang bersifat mubah. Ia tidak bisa dikategorikan sebagai keadaan darurat atau kondisi mendesak. Dengan demikian, menjama’ shalat hanya karena karnaval tidak bisa dibenarkan secara syar’i.

Antara Karnaval dan Tanggung Jawab Ibadah

Meski begitu, peserta yang masih memikirkan shalat patut diapresiasi. Lebih baik daripada mereka yang sama sekali tidak menaruh perhatian pada kewajiban shalat. Jika benar-benar terjebak dalam situasi sulit, solusi terakhir adalah mengqadha shalat setelah karnaval, sambil memperbanyak istighfar.

Yang juga perlu disorot adalah tanggung jawab panitia karnaval. Penyelenggara seharusnya menyiapkan jadwal yang ramah ibadah, baik bagi umat Islam yang wajib shalat, maupun umat agama lain yang juga punya kewajiban ritual. Jangan sampai kemeriahan budaya justru mengorbankan kewajiban agama.

Tips Praktis menjaga Shalat saat Karnaval:

  1. Shalat sebelum acara dimulai bila waktu sudah masuk.

  2. Manfaatkan masjid/mushala di sepanjang rute.

  3. Bawa perlengkapan wudhu praktis seperti botol air kecil.

  4. Pilih kostum yang fleksibel agar mudah dipakai shalat.

  5. Panitia harus menyediakan waktu jeda shalat, bukan hanya fokus pada kelancaran arak-arakan.

Skala Prioritas dalam Beragama

Dalam hukum Islam, ada lima tingkatan hukum: wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Wajib selalu di atas segalanya. Tidak boleh mengorbankan yang wajib demi yang mubah.

Karnaval adalah mubah, boleh dikerjakan, boleh ditinggalkan. Sedangkan shalat adalah wajib. Maka, jelaslah skala prioritasnya: menjaga shalat lebih utama daripada karnaval. Bahkan, sesuatu yang mubah bisa berubah menjadi haram bila menghalangi kewajiban.

Sebaliknya, hal mubah bisa bernilai sunnah bila membantu kewajiban. Misalnya, makan dan tidur diniatkan agar kuat beribadah.

Menurut Gus Arisy, karnaval adalah ekspresi budaya yang patut disyukuri dalam semangat kemerdekaan. Namun, jangan sampai euforia kebangsaan membuat kita lalai terhadap kewajiban ilahiah.

“Ketika harus memilih antara karnaval atau menjaga shalat, jawabannya sangat jelas dalam kacamata agama: shalat tidak boleh dikorbankan. Karnaval hanyalah mubah, sementara shalat adalah tiang agama,” jelasnya.

Penulis: Kepala UPT Pengkajian Islam dan Keaswajaan (PIK) Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (UNUSIDA) H. Arisy Kuswanto, S.T, M.Pd.I.

Dosen PGSD UNUSIDA, Achmad Wahyudi, S.Pd.I., M.Pd. (Foto: Humas UNUSIDA)

Refleksi HUT RI Ke-80: Dosen UNUSIDA Ajak Meneladani Sikap Keberanian dan Keikhlasan Para Pendiri Bangsa

SIDOARJO – Delapan puluh tahun lalu, para pendiri bangsa memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia dengan keberanian dan keikhlasan yang luar biasa. Mereka tidak hanya bermimpi, tetapi bertindak untuk membangun fondasi kokoh yang kita pijak hingga hari ini.

Dalam momentum peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia yang mengusung tema ‘Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju’, Dosen PGSD Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (UNUSIDA), Achmad Wahyudi, S.Pd.I., M.Pd. mengajak seluruh masyarakat untuk kembali meneladani keberanian dan keikhlasan luar biasa para pendiri bangsa.

Menurutnya, proklamasi kemerdekaan yang digaungkan pada 17 Agustus 1945 bukanlah hasil proses yang mudah atau instan. Melainkan buah dari perjuangan panjang, pengorbanan, dan keikhlasan para pejuang yang mempertaruhkan segalanya untuk bangsa.

“Para pendiri bangsa bukan hanya berani bermimpi tentang Indonesia merdeka, tetapi juga berani mengambil risiko, meninggalkan kenyamanan, dan bertindak dengan penuh keikhlasan demi mewujudkan cita-cita tersebut,” ujarnya kepada Humas UNUSIDA, Ahad (17/8/2025).

Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) UNUSIDA tersebut, menekankan bahwa di tengah euforia perayaan HUT RI ke-80 ini, masyarakat sepatutnya merenungkan apakah semangat keberanian dan keikhlasan itu masih tertanam dalam diri kita sebagai generasi penerus bangsa.

Ia menyampaikan bahwa keberanian hari ini bukan lagi mengangkat senjata, tetapi keberanian untuk bersikap jujur, untuk menjaga integritas, membela kebenaran, dan mengambil peran nyata dalam menjaga persatuan bangsa. Begitu pula keikhlasan tidak lagi berarti berperang secara fisik, tetapi lebih pada kesediaan untuk melayani masyarakat, peduli pada sesama, dan menjaga bumi pertiwi sebagai wujud cinta tanah air.

“Kemerdekaan akan kehilangan maknanya jika kita terjebak pada kepentingan pribadi dan enggan berkorban untuk kepentingan bersama,” tegasnya.

Lebih lanjut, Wahyudi menyampaikan bahwa HUT RI ke-80 harus menjadi alarm kesadaran bersama. Ia menjelaskan bahwa kemerdekaan sejati adalah ketika setiap warga negara mampu menjadi pribadi yang bertanggung jawab, tidak hanya terhadap diri sendiri, tetapi juga terhadap lingkungan.

Sayangnya, pembangunan selama ini seringkali mengorbankan kelestarian alam. Sungai-sungai tercemar dan udara tidak lagi sebersih dahulu. Ini menjadi ironi di tengah kebebasan yang kita nikmati. Lebih dari 60% sungai di Indonesia tercemar (KLHK, 2024) yang mayoritas pencemaran berasal dari limbah domestik dan industri. Tak hanya itu, dalam survei LIPI (2023) menunjukkan hanya 43% responden yang secara rutin terlibat dalam kegiatan sosial atau gotong royong di lingkungannya.

Oleh karena itu, peringatan HUT RI ke-80 harus menjadi momentum untuk menumbuhkan kembali kesadaran merawat semesta. Bumi pertiwi bukanlah warisan yang dapat dihabiskan, melainkan amanah bersama yang wajib dijaga dan diwariskan dalam keadaan baik kepada anak cucu.

Wahyudi yang juga Ketua Tanfidziyah Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Kedungsumur, Kecamatan Krembung tersebut, menegaskan bahwa nilai-nilai kemerdekaan sangat relevan dengan kiprah NU yang secara konsisten merawat semesta dan peduli sesama melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat.

Seperti Gerakan NU Berdaya Kedungsumur Sejahtera misalnya, menjadi representasi nyata dari bagaimana semangat keberanian dan keikhlasan diwujudkan dalam konteks kekinian melalui gerakan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Dalam konteks ini, gerakan NU Berdaya Kedungsumur Sejahtera yang ia terapkan di tengah masyarakat menjadi contoh konkret bagaimana semangat kemerdekaan diterjemahkan dalam tindakan nyata.

Gerakan ini tidak hanya menekankan aspek keagamaan, sosial, dan ekonomi, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan dan memperkuat persatuan sosial. Menjaga lahan pertanian, mengelola sampah secara kolektif, serta melestarikan sumber daya alam desa merupakan bagian dari upaya merawat semesta.

Ia mengatakan bahwa peringatan HUT RI ke-80 bukan hanya perayaan tahunan, tetapi juga panggilan untuk terus peduli terhadap sesama dan menjaga alam yang telah memberi kehidupan.

“Mari jadikan peringatan kemerdekaan ini sebagai kesempatan untuk bertanya: apakah kita sudah menjadi bagian dari solusi, atau justru bagian dari masalah? Dirgahayu Republik Indonesia. Semoga negeri ini semakin lestari dan masyarakatnya semakin sejahtera,” pungkasnya. (MY)

Ilustrasi Hardiknas 2025

Refleksi Hardiknas 2025, Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua

Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2025 kembali menjadi momen refleksi penting bagi seluruh elemen bangsa. Mengusung tema ‘Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua’, Hardiknas tahun ini mengajak seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan pendidikan yang inklusif, berkualitas, dan berkeadilan. Pendidikan tidak bisa hanya menjadi urusan pemerintah atau lembaga pendidikan, melainkan tanggung jawab bersama seluruh rakyat Indonesia.

Partisipasi semesta berarti keterlibatan aktif dari berbagai pihak, guru, orang tua, siswa, masyarakat, dunia usaha, hingga pemerintah daerah dan pusat. Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, dunia pendidikan dituntut untuk mampu menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga tangguh secara karakter. Hal ini hanya bisa terwujud jika semua elemen bersinergi dan berkontribusi dalam proses pendidikan.

Di lingkungan keluarga, peran orang tua sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai dasar seperti kejujuran, tanggung jawab, dan semangat belajar. Pendidikan karakter yang kuat tidak bisa hanya dibebankan kepada guru. Keluarga adalah fondasi pertama, tempat di mana anak-anak mengenal makna belajar, kerja keras, dan empati. Ketika rumah dan sekolah berjalan seiring, kualitas pendidikan anak akan meningkat secara signifikan.

Sekolah pun harus membuka diri terhadap kolaborasi dengan berbagai pihak. Dunia usaha, organisasi masyarakat, dan komunitas lokal dapat memberikan dukungan melalui pelatihan, program magang, atau pengayaan pembelajaran berbasis proyek. Keterlibatan ini penting agar pendidikan tidak terputus dari realitas sosial dan kebutuhan dunia kerja. Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang relevan, kontekstual, dan aplikatif.

Pemerintah, baik pusat maupun daerah, memegang tanggung jawab besar dalam memastikan pemerataan akses pendidikan. Masih terdapat ketimpangan yang signifikan antar wilayah, baik dari segi infrastruktur, kualitas tenaga pendidik, maupun fasilitas belajar. Oleh karena itu, kebijakan afirmatif harus terus diperkuat untuk mendukung anak-anak dari daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) dan kelompok rentan agar mendapatkan layanan pendidikan yang setara.

Selain akses, kualitas juga harus menjadi fokus utama. Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang mampu membentuk pelajar yang kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif. Dalam konteks ini, partisipasi semesta juga berarti membuka ruang dialog dan evaluasi bersama antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Proses pendidikan harus terus dievaluasi agar mampu beradaptasi dengan tantangan zaman, termasuk perkembangan teknologi dan kebutuhan keterampilan abad ke-21.

Secara umum, pendidikan Indonesia menghadapi tantangan mendesak berupa kesenjangan akses dan kualitas antarwilayah, rendahnya kompetensi guru, serta kurikulum yang kurang relevan dengan kebutuhan zaman. Di daerah terpencil, fasilitas pendidikan masih terbatas dan kualitas pengajaran belum memadai. Banyak guru belum menguasai metode pembelajaran inovatif dan teknologi digital. Sementara itu, kurikulum belum sepenuhnya membekali siswa dengan keterampilan abad ke-21 seperti berpikir kritis, kolaborasi, dan literasi digital. Permasalahan ini menuntut kolaborasi semua pihak untuk mendorong transformasi pendidikan yang merata dan bermutu demi mencetak generasi unggul yang mampu bersaing secara global.

Hardiknas 2025 menjadi pengingat bagi kita bahwa membangun pendidikan adalah kerja bersama. Setiap elemen memiliki peran penting yang saling melengkapi. Ketika guru berdedikasi, orang tua peduli, pemerintah hadir, dan masyarakat terlibat, maka sistem pendidikan Indonesia akan semakin kokoh. Mari wujudkan pendidikan bermutu untuk semua, demi masa depan Indonesia yang lebih adil, cerdas, dan berdaya saing global.

 

*) Ditulis oleh: Dr. H. Fatkul Anam, M.Si (Rektor UNUSIDA)

H Fatkul Anam (depan) saat dilantik sebagai Rektor Unusida di Gedung PBNU, Jakarta Pusat. (Foto: NOJ/ Istimewa)

Simak Visi Akselerasi Rektor UNUSIDA Masa Khidmat 2025-2029

Dr. H. Fatkul Anam, M.Si. resmi dilantik sebagai Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (UNUSIDA) untuk masa khidmat 2025–2029. Prosesi pelantikan berlangsung khidmat di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya No. 164, Jakarta Pusat, pada Jumat (18/4/2025) kemarin.

Pasca pelantikan, Fatkul Anam menyampaikan arah kepemimpinannya dalam periode yang ke 3 dengan mengusung desain akselerasi pengembangan UNUSIDA, dengan fokus pada 4 pilar utama: pengembangan akademik, manajerial, infrastruktur, dan koneksi eksternal.

Ia menyebutkan desain akselerasi ini telah disusun secara sistematis berdasarkan Rencana Induk Pengembangan (RIP) UNUSIDA 2014–2039, yang saat ini memasuki tahap 3 (2024–2029) yang mulanya menargetkan UNUSIDA menjadi Perguruan Tinggi Berdaya Saing Nasional. Namun seiring dengan pencapaian-pencapaian UNUSIDA dalam beberapa tahun terakhir di tingkat nasional dan internasional, rencana pengembangan sebelumnya perlu menyesuaikan dan meningkatkan target yang lebih tinggi.

“Desain akselerasi ini harus menyesuaikan, karena dalam beberapa tahun terakhir UNUSIDA sudah memiliki banyak prestasi tingkat nasional dan internasional. Desain ini disusun bertujuan untuk menjadikan UNUSIDA sebagai perguruan tinggi yang tidak hanya kebutuhan lokal tetapi mampu bersaing di kancah internasional,” terangnya, Senin (21/4/2025).

Fatkul Anam bertekad mewujudkan UNUSIDA sebagai perguruan tinggi unggul berbasis nilai-nilai Islam Ahlussunah wal Jama’ah yang tidak hanya berdaya saing nasional pada periode ketiga kepemimpinannya ini, akan tetapi membidik kancah internasional khususnya dalam kawasan Asia Tenggara. Melalui penguatan pendidikan, penelitian, pengabdian, dan pengelolaan berkelanjutan.

Untuk mewujudkan visi tersebut, pihaknya akan memprioritaskan beberapa poin penting, mulai dari Rekonstruksi Kurikulum Berbasis Kompetensi Masa Depan, dengan membuka program studi baru yang relevan terhadap tren global, seperti Delta Science, Teknologi Keberlanjutan, dan Ekonomi Kreatif.

“UNUSIDA akan merekonstruksi kurikulum dengan mengintegrasikan teknologi digital dan kecerdasan buatan/Artificial Intelligence (AI) ke dalam proses pembelajaran. Hal ini didukung dengan pengembangan Learning Management System (LMS) yang mudah diakses, untuk memperkuat model pembelajaran hybrid yang adaptif dan fleksibel,” terangnya.

Lebih lanjut, Fatkul Anam mengatakan, langkah digitalisasi di UNUSIDA ke depan akan mencakup seluruh proses administrasi kampus melalui sistem informasi terintegrasi, mencakup pendaftaran mahasiswa, keuangan dan layanan akademik, hingga sistem tracer study untuk alumni.

Mulai dari mengembangkan platform e-learning berbasis AI dan membangun pusat big data untuk menganalisis kebutuhan mahasiswa dan alumni secara real-time. Kemudian untuk mendukung visi sebagai smart campus, UNUSIDA juga akan menerapkan teknologi Internet of Things (IoT) untuk manajemen gedung, keamanan, fasilitas pembelajaran, dan pengajaran.

“UNUSIDA berkomitmen menyediakan fasilitas pendidikan modern yang ramah lingkungan melalui konsep ‘Green Campus‘, termasuk pembangunan asrama mahasiswa dan revitalisasi sarana prasarana akademik. Tentunya semua hal ini akan dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu 5 tahun ke depan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ketua Forum Rektor PTNU tersebut, mengungkapkan bahwa pihak juga berupaya untuk mengoptimalisasi sumber pendapatan lain, seperti membangun kerja sama strategis dengan industri, mendirikan unit bisnis baru seperti pusat pelatihan profesional, jasa konsultasi, dan riset terapan, serta pengelolaan aset kampus secara produktif untuk menambah nilai ekonomi jangka panjang.

Tak hanya itu, pihaknya juga akan  memperkuat koneksi internasional melalui kolaborasi riset global dan pertukaran pelajar, jaringan alumni internasional, banding dan promosi kampus di kancah dunia.

Dalam bidang tata kelola, ke depan UNUSIDA akan mengimplementasikan prinsip Good University Governance (GUG) serta mengembangkan sistem evaluasi kinerja dan penguatan SDM untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan.

Selain itu, peningkatan standar mutu dan akreditasi juga menjadi prioritas utama, melalui adopsi standar internasional seperti ISO 21001 dalam sistem manajemen pendidikan. Serta melakukan Penguatan Riset dan Inovasi, dengan membentuk Pusat Riset Unggulan yang berfokus pada solusi lokal, termasuk mitigasi bencana, pengelolaan sampah terpadu, serta inovasi dalam bidang tambak dan agribisnis.

“Strategi ini diposisikan untuk menjawab tantangan global serta memperkuat peran UNUSIDA dalam ekosistem pendidikan tinggi untuk memberikan solusi terhadap masalah lokal daerah,” jelasnya.

Dengan visi besar ini, UNUSIDA berusaha mengembangkan sayap menjadi kampus yang tak hanya menjawab kebutuhan lokal, namun juga aktif berkontribusi dalam ekosistem pendidikan global, tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur Islam dan budaya Nusantara.

“Pelantikan ini menjadi langkah awal komitmen besar UNUSIDA dalam melanjutkan transformasi sebagai kampus yang adaptif, inovatif, dan tetap berpijak pada nilai-nilai keislaman serta kebangsaan. Dengan kolaborasi lintas sektor dan sinergi dari seluruh civitas akademika, UNUSIDA siap berkontribusi lebih luas di level nasional maupun global,” pungkasnya.
(MY)

Kepala Program Studi Teknik Informatika, Dr. Arda Surya Editya (Foto: Istimewa)

Kaprodi Teknik Informatika Beberkan Kunci Sukses Transformasi Digital di UNUSIDA

Kaprodi Teknik Informatika Arda Surya Editya, menyampaikan tentang program transformasi digital yang sudah diterapkan di UNUSIDA dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Arda menegaskan bahwa program tersebut juga dapat diterapkan di seluruh PTNU seluruh Indonesia.

“UNUSIDA telah mengembangkan 26 sistem informasi yang saling terhubung, mencakup berbagai aspek seperti administrasi mahasiswa dan pengelolaan karier dosen. Dengan sistem ini, dokumen-dokumen penting, seperti pengajuan jabatan fungsional dosen, bisa diakses secara digital tanpa perlu mencari dokumen fisik,” terangnya dalam sesi diskusi bersama Rektor UNUSIDA, H Fatkul Anam di salah satu stasiun TV, Rabu (12/2/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Arda yang baru menyelesaikan studi S3 nya tersebut membeberkan kunci sukses transformasi digital yang diterapkan di UNUSIDA. Mulai dari pendirian data center dan penggunaan teknologi canggih yang dapat menghubungkan seluruh PTNU. Dengan menggunakan teknologi seperti big data, ekosistem ini dapat mendukung pemrosesan data yang lebih efisien dan membantu PTNU bersaing di tingkat global.

“Kami juga menyusun strategi pengembangan infrastruktur digital yang mencakup penguatan infrastruktur fisik, seperti server dan jaringan internet yang cepat serta stabil. Langkah ini sangat penting untuk memastikan kelancaran proses pembelajaran dan administrasi di era digital,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menerangkan pentingnya literasi digital bagi dosen dan mahasiswa di PTNU, yang diharapkan memiliki literasi digital yang memadai untuk menghadapi pendidikan berbasis teknologi. Pengoptimalan LMS dan teknologi pembelajaran yang dapat membantu mahasiswa memilih mata kuliah, mengakses bahan ajar, dan mengikuti ujian secara online atau tatap muka. Selain itu, teknologi seperti Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR), dan Artificial Intelligence (AI) juga digunakan untuk meningkatkan pengalaman belajar, contohnya dalam pembelajaran teknik lingkungan atau sejarah.

Meningkatkan daya saing lulusan di dunia kerja melalui transformasi digital di PTNU bertujuan agar lulusan siap menggunakan teknologi terbaru. Mulai dari mahasiswa dilatih dengan teknologi digital yang membantu mereka membuat portofolio digital yang dapat digunakan saat melamar pekerjaan. Keahlian dalam menggunakan AI dan teknologi lainnya juga menjadi nilai tambah.

Pembiayaan berkelanjutan untuk transformasi digital dapat memulai dengan pembiayaan mandiri dan berencana untuk menggunakan hibah, CSR, serta model pembiayaan berkelanjutan lainnya. Sebuah roadmap telah dibuat untuk menentukan prioritas teknologi dan infrastruktur yang perlu dikembangkan setiap tahunnya.

Implementasi teknologi yang memudahkan aktivitas kampus dengan sistem digital yang telah diterapkan. Melalui pemanfaatan teknologi dapat memudahkan mahasiswa untuk melaporkan masalah seperti AC rusak melalui scan barcode di setiap ruang kuliah. Selain itu, di kantin dan area lainnya, mahasiswa dapat mengakses buku dari perpustakaan melalui barcode. Dengan cara ini, setiap PTNU dapat mengoptimalkan teknologi untuk mendukung kegiatan akademik, meskipun dengan investasi yang bertahap.

Integrasi nilai-nilai Aswaja dalam transformasi digital tetap mengutamakan nilai-nilai dasar NU, seperti toleransi dan karakter. Meskipun teknologi digunakan untuk mempermudah proses belajar, nilai-nilai ini tetap terjaga melalui kebiasaan di kampus, seperti membaca Al-Qur’an setiap hari setelah absensi. Teknologi digunakan untuk mendukung, bukan menggantikan, nilai-nilai tersebut.

Dengan adanya upaya-upaya ini, diharapkan PTNU dapat terus meningkatkan kualitas pendidikan, memperkuat daya saing global, dan mempersiapkan mahasiswa untuk menghadapi tantangan di dunia digital dan dunia kerja.

Ia berharap transformasi digital di PTNU akan memberikan kemudahan dalam pengelolaan perguruan tinggi dan pembelajaran. Ke depan, diharapkan mahasiswa PTNU menguasai teknologi dan juga tetap menjunjung tinggi nilai-nilai NU, agar siap menghadapi tantangan di dunia kerja yang semakin digital.

Arda berpesan kepada mahasiswa untuk memanfaatkan teknologi dengan bijak. AI dan alat digital lainnya harus digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan mencapai cita-cita, namun tetap menguasai dasar keilmuan. Teknologi, menurutnya, adalah alat yang mendukung pencapaian, tetapi tetap perlu didasari dengan pemahaman yang baik tentang ilmu yang dipelajari.

“Secara keseluruhan, digitalisasi adalah langkah penting bagi PTNU dalam menghadapi tantangan globalisasi dan revolusi industri. Dengan memanfaatkan teknologi yang ada dan mengimplementasikannya dalam pendidikan, PTNU dapat memastikan relevansi dan daya saingnya di masa depan,” pungkasnya.

 

(my)

Rektor Unusida, Dr. H. Fatkul Anam, M.Si (Foto: Istimewa)

Rektor Unusida: Transformasi Digital di PTNU, Kunci Sukses Menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0

Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (UNUSIDA), Dr. H. Fatkul Anam menjelaskan bahwa transformasi digital bukan lagi pilihan, melainkan sebuah kewajiban untuk perguruan tinggi, agar tetap relevan dan berdaya saing di era digital. Transformasi ini diperlukan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada mahasiswa dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Menurutnya transformasi digital sangat penting untuk mulai diterapkan di Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (PTNU) dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0, di mana masyarakat harus berkolaborasi dengan teknologi, perguruan tinggi harus siap mengimplementasikan digitalisasi dalam berbagai aspek, seperti pembelajaran, administrasi, dan pelayanan kepada mahasiswa. Juga digitalisasi juga penting dalam membekali generasi Z dan selanjutnya yang sudah sangat akrab dengan teknologi.

“Melalui transformasi digital, pendidikan tinggi dapat terus berkembang, mempersiapkan mahasiswa untuk menjadi generasi yang siap berkolaborasi dengan teknologi, serta menghadapi tantangan global di era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0,” terangnya dalam sesi diskusi di salah satu stasiun TV, Rabu (12/2/2025).

Dalam kesempatan tersebut, ia menceritakan pengalaman dalam mengimplementasikan sistem teknologi di UNUSIDA. Di mana digitalisasi sudah dimulai sejak 2020, dengan penerapan platform digital untuk memudahkan pembelajaran dan administrasi. Contohnya adalah perpustakaan digital yang memungkinkan mahasiswa mengakses buku secara online tanpa harus datang ke perpustakaan fisik. Selain itu, platform Learning Management System (LMS) digunakan untuk memudahkan proses pembelajaran dengan mengintegrasikan materi, tugas, dan penilaian dalam satu sistem.

UNUSIDA telah mengembangkan 26 sistem informasi yang saling terhubung, mencakup berbagai aspek seperti administrasi mahasiswa dan pengelolaan karier dosen. Dengan sistem ini, dokumen-dokumen penting, seperti pengajuan jabatan fungsional dosen, bisa diakses secara digital tanpa perlu mencari dokumen fisik,” ungkapnya.

Lebih lanjut, pihaknya juga menyusun strategi pengembangan infrastruktur digital Untuk mendukung transformasi digital, pengembangan infrastruktur fisik seperti server dan jaringan internet yang cepat dan stabil sangat penting. Namun, ia menekankan bahwa sekarang banyak alternatif penyedia layanan yang menawarkan solusi infrastruktur dengan biaya lebih terjangkau, seperti penyewaan server, sehingga perguruan tinggi dapat fokus pada implementasi teknologi tanpa khawatir biaya tinggi.

“Kami juga menyusun strategi pengembangan infrastruktur digital yang mencakup penguatan infrastruktur fisik, seperti server dan jaringan internet yang cepat serta stabil. Langkah ini sangat penting untuk memastikan kelancaran proses pembelajaran dan administrasi di era digital,” jelasnya.

Ketua Forum Rektor PTNU tersebut menjelaskan tantangan dan harapan ke depan, meskipun digitalisasi memberikan banyak kemudahan, perguruan tinggi perlu memastikan bahwa teknologi ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan daya saing lulusan. Dengan mengintegrasikan teknologi ke dalam proses pembelajaran dan tata kelola, PTNU diharapkan dapat terus berkembang dan memberikan layanan pendidikan yang lebih baik di era digital ini.

“Secara keseluruhan, semua PTNU sedang berusaha memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan daya saing lulusan. Dengan pendekatan yang hati-hati dan terencana, oleh karena itu saya harap dapat memajukan pendidikan berbasis teknologi tanpa mengabaikan nilai-nilai luhur yang diusung oleh NU,” pungkasnya.

 

(my)

Dosen PBI Unusida Ruri Fadhilah Kurniati, S.Hum., M.Pd (Foto: Humas Unusida)

Dosen PBI UNUSIDA Berikan Tips Belajar Bahasa Inggris, Sukses Ujian TOEFL

Dosen Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (UNUSIDA), Ruri Fadhilah Kurniati, S.Hum., M.Pd memberikan tips dan trik sukses dalam ujian TOEFL adalah dengan mempelajari bahasa Inggris secara keseluruhan. Tidak bisa secara parsial maupun secepat kilat.

Menurutnya, belajar bahasa Inggris merupakan proses yang cukup panjang. Tidak ada jalan pintas dalam mempelajari bahasa Inggris, apalagi untuk ujian TOEFL. Seseorang harus memahami bahasa Inggris secara keseluruhan, mulai dari grammar, vocabulary, listening, hingga speaking. Mengandalkan metode yang tergesa-gesa atau hanya fokus pada satu aspek saja tidak akan membawa hasil yang maksimal.

Tak hanya itu, pentingnya dalam memiliki motivasi kuat dan kegigihan, misalnya untuk mendaftar beasiswa atau melamar kerja. Semua bisa dipelajari dengan mudah dan cepat, Tergantung kemampuan masing-masing orang.

“Jadi kalau menurut saya pribadi, tidak ada tips dan trik khusus (apalagi instan) untuk mempelajari TOEFL karena materi-materi yang diujikan dalam TOEFL adalah bahasa Inggris secara umum. Terkait memahami percakapan berbahasa Inggris (part listening), memahami struktur bahasa Inggris (part structure and written expression), dan memahami bacaan berbahasa Inggris (part reading),” terangnya.

Alumni Universitas Airlangga (Unair) tersebut menerangkan, TOEFL adalah test of English as a foreign language. Tes yg digunakan untuk mengukur kemampuan berbahasa Inggris orang-orang dari non English-speaking countries.

Ia menyebutkan bahwa tips dan trik mengerjakan soal TOEFL memang sudah ada dan dapat ditemukan di mana saja. Akan tetapi tidak bisa dijadikan tolak ukur ataupun acuan utama, bisa digeneralisasi untuk semua soal. Idealnya, selain motivasi dan tekad yang kuat dalam mempelajari bahasa, waktu menjadi faktor penentu dalam memulai belajar bahasa Inggris tahun awal kehidupan (sejak kecil) sampai usia remaja sebagai optimal timenya menyerap pembelajaran suatu bahasa,

“Jadi sing paling benar ya memang harus belajar konsep dasar bahasa Inggrisnya,” ucapnya.

Oleh karena itu, ia menekankan, konsep awal dalam belajar adalah konsep berbahasa Inggris, bukan belajar TOEFL. Sebab, bahasa Inggris merupakan bahasa yang menyatukan, penting untuk berkomunikasi dengan orang asing yang banyak digunakan di internasional.

“Saya kurang setuju dengan istilah mempelajari TOEFL. Yang lebih pas ya mempelajari bahasa Inggris,” imbuhnya.

Selain itu, belajar suatu bahasa dapat dipelajari secara mandiri atau ditemani seorang praktisi, juga menentukan cara belajar TOEFL yang menyenangkan adalah dengan menentukan topik dan lingkungan yang sesuai dengan pasion sehingga dapat menikmati proses belajar, tanpa beban apa pun.

“Tips yang dapat membantu mahasiswa dalam mempersiapkan TOEFL adalah dengan rutin berlatih mendengarkan audio bahasa Inggris, membaca teks dalam bahasa Inggris, serta berlatih berbicara dengan teman atau dosen. Selain itu, jangan lupa untuk mempelajari berbagai jenis soal TOEFL, agar familier dengan format dan waktu ujian,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan manfaat belajar bahasa Inggris memiliki manfaat yang sangat banyak. Khususnya bagi mahasiswa, menguasai bahasa Inggris memberikan berbagai manfaat yang sangat signifikan baik di dunia akademis maupun profesional.

“Misalnya untuk perkuliahan, sekarang banyak referensi dan jurnal internasional yang berbahasa Inggris, dengan menguasai Bahasa Inggris mahasiswa bisa lebih paham dan luas dalam mencari referensi,” katanya.

 

(my)