Pos

Parenting: Mengubah Pemikiran Deduktif Menjadi Inspiratif bersama Dosen UNUSIDA dan SSC Sidoarjo (Foto: Humas UNUSIDA)

Dosen UNUSIDA Berikan Pendampingan Parenting untuk Orang Tua Anak Jalanan: Ubah Pola Pikir Deduktif Menjadi Inspiratif dengan Menggunakan Metode Hypnotherapy

SIDOARJO — Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (UNUSIDA) memberikan pendampingan parenting bagi orang tua anak jalanan bersama komunitas Save Street Child (SSC) Sidoarjo. Kegiatan bertajuk Parenting: Mengubah Pemikiran Deduktif Menjadi Inspiratif mengusung tema ‘Pencegahan Kekerasan Seksual dan Penyalahgunaan Narkoba’, Ahad (12/10/2025).

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Program Hibah Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat yang didanai oleh Kemdiktiristek Tahun 2025 melalui tim pelaksana dari dosen UNUSIDA.

Acara ini dihadiri oleh puluhan orang tua binaan SSC Sidoarjo dan menghadirkan narasumber dari akademisi serta praktisi perlindungan anak. Fokus kegiatan ini adalah memberikan wawasan dan keterampilan kepada orang tua dalam mendampingi anak-anak mereka agar terhindar dari kekerasan, penyalahgunaan narkoba, serta pengaruh negatif lingkungan digital.

Salah satu anggota tim pelaksana, Jeziano Rizkita Boyas, menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi bentuk nyata sinergi antara kampus dan komunitas sosial.

“Kami berupaya mengubah pola pikir orang tua dari yang deduktif atau sekadar memberi tahu menjadi inspiratif, yaitu memberikan teladan nyata bagi anak. Orang tua adalah model pertama yang membentuk karakter anak,” ujarnya.

Dosen Program Studi Manajemen UNUSIDA tersebut menegaskan pentingnya peran orang tua sebagai teladan utama dalam pembentukan karakter anak. Ia mengingatkan bahwa orang tua sering kali hanya memberi nasihat tanpa memberi contoh nyata kepada anak.

“Jangan hanya mengingatkan anak dengan amarah. Kita sering bilang ‘jangan ngomong kotor, jangan kasar’, tapi kita sendiri kadang melakukannya di depan anak. Anak akan meniru apa yang dia lihat, bukan apa yang dia dengar,” terangnya.

Jezy menambahkan bahwa perilaku anak pada dasarnya merupakan cerminan dari lingkungan rumah. Ketika orang tua menggunakan bahasa yang kasar atau menunjukkan emosi negatif, anak akan menganggap hal itu sebagai hal yang wajar.

“Anak-anak sekarang cerdas dan kritis. Saat orang tua melarang tapi justru melakukan hal yang sama, mereka akan menilai orang tuanya tidak konsisten. Itulah yang menjadi masalah saat ini,” lanjutnya.

Menurutnya, orang tua harus mampu menjadi role model atau teladan nyata bagi anak-anak. “Orang tua itu adalah madrasah utama bagi anaknya. Segala nilai dan perilaku anak berawal dari apa yang mereka lihat di rumah,” tegasnya.

Dalam sesi tersebut, ia juga menggunakan pendekatan hypnotherapy sebagai salah satu metode komunikasi efektif antara orang tua dan anak. Metode ini digunakan untuk membantu orang tua mengendalikan emosi, memahami kondisi psikologis anak, dan menanamkan nilai-nilai positif melalui sugesti yang lembut dan penuh kasih.

Metode tersebut digunakan untuk memberikan afirmasi kepada orang tua anak jalanan, agar bisa lebih peduli kepada anak, lebih sayang terhadap anak, dan yang terpenting memiliki rasa syukur karena telah dianugerahi anak yang luar biasa yang tidak semua orang bisa merasakannya.

Ketua Lembaga Sumber Daya Manusia (LSDM) UNUSIDA tersebut, menyampaikan terima kasih kepada komunitas SSC Sidoarjo yang menjadi mitra kolaborasi, serta berbagai pihak yang mendukung terselenggaranya program ini. Jeziano berharap kegiatan tersebut dapat berlanjut dan menjangkau lebih banyak keluarga rentan di wilayah Sidoarjo.

“Melalui kegiatan ini, kami berharap dapat memperkuat peran orang tua dalam membangun keluarga yang tangguh, peduli, dan inspiratif. Kolaborasi antara akademisi, pemerintah daerah, dan komunitas seperti SSC Sidoarjo menjadi bukti bahwa pendidikan karakter dan pencegahan kekerasan bisa dimulai dari ruang terkecil yaitu keluarga,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Sidoarjo, Prastiwi Triyanti, S.KM., yang turut hadir sebagai narasumber, menegaskan pentingnya kehadiran orang tua dalam proses tumbuh kembang anak.

“Kesuksesan anak tidak hanya ditentukan oleh sekolah, tetapi dimulai dari rumah. Lingkungan terdekat, terutama orang tua, adalah pondasi pembentuk karakter. Jika orang tua tidak hadir, maka dunia luar yang akan mendidik mereka,” jelasnya.

Prastiwi juga mengingatkan bahwa peran orang tua tidak cukup hanya dengan memberi nasihat, tetapi juga dengan menjadi contoh yang baik, memberi batasan, dan mengawasi penggunaan media sosial anak. Menurutnya, banyak perilaku negatif anak muncul karena kurangnya pendampingan dan kontrol di rumah.

Oleh karena itu, pengawasan orang tua merupakan kunci utama dalam mencegah berbagai bentuk kekerasan maupun penyimpangan perilaku anak.

“Orang tua harus intens mengawasi anak, baik ketika di rumah maupun di luar rumah. Jangan hanya fokus pada kebutuhan materi, tetapi juga perhatikan dengan siapa anak bergaul dan apa yang mereka akses setiap hari,” tandasnya.

Tak hanya itu, di era digital saat ini, tantangan pengasuhan semakin kompleks karena anak-anak mudah terpapar berbagai informasi yang belum tentu sesuai dengan usia dan nilai moral. Oleh karena itu, ia mendorong agar orang tua memperkuat komunikasi terbuka dengan anak agar lebih mudah memberikan arahan tanpa menimbulkan jarak emosional.

“Anak harus merasa bahwa rumah adalah tempat yang aman dan orang tua adalah teman bercerita. Dengan begitu, anak tidak akan mencari pelarian ke lingkungan yang salah,” pungkasnya. (MY)