Posts

Gelar Seminar Internasional, FGD dan Workshop tentang Pendidikan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas di Perguruan Tinggi (Foto: Humas Unusida)

UNUSIDA Jadi Tuan Rumah Seminar Internasional Pendidikan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (UNUSIDA) bersama Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta melalui Center for GEDSI bekerja sama dengan University of the West of England (UWE) Bristol, yang didukung oleh The British Council, menyelenggarakan Seminar Internasional. Kegiatan ini mengusung tema ‘Developing Inclusive Policies and Practices for Greater Accessibility in Higher Education’  yang dipusatkan di Kampus 2 UNUSIDA, Selasa (17/6/2024).

Seminar ini dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk komunitas dan lembaga yang berfokus pada isu disabilitas, penyandang disabilitas, pemerintah, akademisi, praktisi, aktivis, serta masyarakat umum. Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid, sekitar 70 peserta hadir secara langsung dan 500 lebih peserta berpartisipasi secara virtual melalui Zoom Meeting dan live kanal YouTube UNUSIDA TV.

Sejak Maret 2024, UNU Yogyakarta bekerja sama dengan UWE Bristol dan The British Council dalam program UK-Indonesia Disability Inclusion Partnership Program. Program ini bertujuan mengembangkan rekomendasi kebijakan dan praktik terbaik agar penyandang disabilitas dapat mengakses pendidikan tinggi dengan dukungan kebijakan, sistem, sarana prasarana, serta proses pembelajaran yang inklusif, memungkinkan mereka untuk mencapai potensi penuh dan menyelesaikan studi mereka.

Rektor UNUSIDA H Fatkul Anam, menyampaikan bahwa pihaknya sangat menyambut kegiatan seminar yang mengangkat isu penting tentang aksesibilitas pendidikan tinggi bagi mahasiswa disabilitas.

“Kami merasa terhormat menjadi tuan rumah dan menjadi kebahagiaan untuk menyambut para tamu dalam seminar ini,”  ujarnya.

Ia menyebutkan, UNUSIDA telah memberikan kuota beasiswa bagi penyandang disabilitas untuk dapat kuliah hingga lulus. Menurutnya, pendidikan harus dapat dinikmati oleh semua kalangan, seperti halnya juga bagi penyandang disabilitas.

Pendidikan inklusif saat ini tidak hanya sebuah pilihan, akan tetapi menjadi sebuah keharusan. Perguruan tinggi tidak hanya membuka akses, juga perlu mentransformasikan sistem, sikap, dan lingkungan akademik untuk mendukung akses yang setara.

“UNUSIDA setiap tahun telah menyediakan 5 kuota beasiswa disabilitas. Hal ini menjadi wujud untuk memberikan manfaat bagi sesama,” ungkapnya.

Direktur British Council Indonesia, Summer Xia, memberikan apresiasi terhadap terselenggaranya seminar ini. Pihaknya menyoroti upaya bersama untuk menciptakan pendidikan tinggi yang inklusif dan dapat diakses, serta menjadi ruang untuk berbagi wawasan, mengembangkan solusi, dan mendorong pendidikan yang lebih berkeadilan bagi semua.

“Kami di British Council sangat senang mendukung kolaborasi antara UNU Yogyakarta, UNUSIDA dan University of the West of England melalui hibah Going Global Partnership,” tuturnya.

Pada seminar kali ini, juga diluncurkan secara resmi website Inclusive High Ereducation. Website ini bertujuan memberikan ruang bagi siapapun untuk mendapatkan informasi dan berdiskusi inklusifitas di dunia pendidikan tinggi tidak hanya di Indonesia dan Inggris tapi juga di seluruh dunia.

Keynote speakers seminar ini menyampaikan materi tentang pendidikan inklusif di Inggris dan Indonesia. Tariq Umar, Ph.D., dari UWE Bristol-Inggris, menegaskan bahwa praktik pendidikan inklusif dapat dimulai dengan fokus pada peningkatan kerangka hukum, dukungan kelembagaan, aksesibilitas fisik, kesadaran, dan pendanaan untuk mahasiswa penyandang disabilitas di universitas-universitas Indonesia.

“Inklusi bukanlah sekadar strategi untuk membantu orang menyesuaikan diri dengan sistem dan struktur yang ada. Ini tentang mengubah keduanya untuk menghasilkan hasil yang lebih baik bagi semua orang,” tandasnya.

Sementara itu, Plh. Rektor UNU Yogyakarta, Suhadi Cholil menambahkan, upaya peningkatan kesadaran akan disabilitas dan keberagaman agama di lingkungan kampus, dengan menerapkan program pelatihan yang melibatkan berbagai pihak mulai dari dosen hingga tenaga kependidikan.

Melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan, mereka berharap dapat mengubah pandangan masyarakat agar melihat disabilitas bukan sebagai beban, melainkan sebagai berkah yang dapat memperkaya perspektif dan pemahaman lintas agama,” paparnya.

Seminar ini dilanjutkan dengan sesi diskusi paralel bertema ‘Peluang dan Tantangan Pendidikan Inklusif di Indonesia’ dengan Pembicara terkemuka dalam diskusi ini antara lain: Dr. Ana Cristanti, M.Pd., Dr. Suhadi Cholil, M.A., Soelistiyowati, dan Kikin P. Tarigan, S.P,. M.M.

Setelah seminar, kegiatan dilanjutkan dengan Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung di UNUSIDA dihadiri oleh 15 peserta undangan. FGD ini bertujuan untuk mempekuat rekomendasi dan roadmap pengurangan kesenjangan akses pendidikan dan pengarusutamaan praktik pendidikan inklusif di Indonesia.

Seminar dan FGD ini menjadi langkah penting dalam menciptakan sistem pendidikan tinggi yang lebih inklusif dan dapat diakses oleh penyandang disabilitas, serta menjadi platform untuk mengembangkan kebijakan yang lebih baik di masa depan.