Prof. Nuh Ajak Mahasiswa Baru UNUSIDA Pegang Teguh Nilai Kesetiaan dan Birrul Walidain
SIDOARJO – Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (UNUSIDA) mendapat kehormatan dengan hadirnya Prof. Dr. Ir. Mohammad NUH, DEA, Menteri Pendidikan Nasional era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2009–2014), dalam kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Ke-X yang diikuti oleh ratusan mahasiswa baru tahun akademik 2025/2026 yang dipusatkan di Kampus 2 UNUSIDA, Lingkar Timur, Sidoarjo, Selasa-Kamis (9-11/9/2025).
Dalam sesi pemaparan yang penuh inspirasi dan nilai-nilai kehidupan, Prof. Nuh menyampaikan bahwa kesuksesan tidak hanya ditentukan oleh kepandaian, tetapi oleh nilai-nilai luhur yang tertanam kuat dalam pribadi setiap individu.
“Nilai pertama yang ingin saya bagi kepada adik-adik semua adalah kesetiaan,” ujar Prof. Nuh membuka pemaparannya.
Ia menekankan pentingnya setia kepada kebenaran, agama, bangsa dan negara, hingga lembaga tempat belajar, termasuk Unusida sendiri. Menurutnya, banyak kerusakan dalam organisasi, rumah tangga, perusahaan, bahkan negara, yang diawali oleh hilangnya kesetiaan.
“Kalau mau sukses, pegang teguh nilai kesetiaan. Orang yang tidak setia akan merusak dari dalam,” tegasnya.
Mengutip kisah pribadinya, Prof. Nuh menceritakan pertemuannya yang mengesankan dengan KH. Hamid Pasuruan di masa mudanya. Saat itu, beliau mendapat doa singkat namun sangat bermakna: ‘Birrul walidain… birrul walidain…’ yang berarti berbakti kepada orang tua. Hal tersebut yang menjadi rahasia sukses yang tidak terlihat.
“Saya percaya, doa itu menjadi titik balik yang menancap dalam kehidupan saya. Sukses itu bukan hanya soal ikhtiar lahiriah, tapi juga berkah batin. Jangan pernah menyakiti hati orang tua, meski ada perbedaan pendapat,” katanya.
Nilai ketiga yang dibagikan adalah bersedekah setiap hari, berapapun nilainya. “Kalau tidak punya uang, bersedekahlah dengan tenaga, senyum, atau ilmu. Hidup itu tentang memberi sebelum berharap menerima,” kata Prof. Nuh.
Ia juga mengingatkan pentingnya memperbanyak sholawat, karena Allah sendiri dan para malaikat-Nya bersholawat kepada Nabi. Sebab sedekah harian dan sholawat menjadi penyempurnakan usaha. “Kalau salat, puasa, zakat Allah tidak ikut melakukannya. Tapi untuk sholawat, Allah sendiri melakukannya. Maka perbanyaklah,” pesannya.
Prof. Nuh juga berpesan agar mahasiswa baru tidak pernah bermimpi sukses tanpa kerja keras. “Tidak ada ceritanya orang malas bisa sukses. Yang ada hanya orang yang kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas,” ujarnya.
Ia menceritakan perjalanan hidupnya, dari SD Al-Islah, SMP Wachid Hasyim, SMA Negeri 9 Surabaya, hingga menjadi mahasiswa Teknik Elektro di Institut Teknologi Surabaya (ITS), lalu melanjutkan studi S2 dan S3 di Prancis pada usia muda, dan kembali untuk membangun pendidikan di tanah air hingga menjadi Rektor ITS dan Menteri.
“Saya bisa sampai ke titik ini bukan karena pintar, tapi karena pertolongan Allah, karena doa orang tua, dan karena saya tidak menyentuh apa yang bukan hak saya,” ungkapnya.
Di akhir sesi, Prof. Nuh mengingatkan bahwa Unusida didirikan bukan sekadar universitas biasa, melainkan sebagai kawah candradimuka para pejuang peradaban NU. Baginya UNUSIDA merupakan kampus para pejuang peradaban.
“Saat saya di kementerian, saya melihat NU disanjung-sanjung hanya di pesantren. Tapi di bidang lain pendidikan tinggi, kesehatan, ekonomi kita ditinggal. Maka kami dirikan 23 universitas NU, salah satunya Unusida. Agar NU tidak dijebak hanya di satu titik,” tegasnya.
Ia berharap mahasiswa Unusida menjadi pribadi yang militan, jujur, pekerja keras, setia pada nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jamaah, serta siap menjadi pemimpin bangsa di masa depan.
“Jadilah mahasiswa yang berintegritas, punya nilai, dan siap berkontribusi untuk agama, bangsa, dan NU. Pegang teguh kesetiaan, berbaktilah kepada orang tua, bersedekahlah setiap hari, perbanyak sholawat, dan kerja keraslah tanpa henti. InsyaAllah kalian akan jadi orang besar,” tuturnya. (MY)








