Pos

FAI UNUSIDA Gelar Webinar Internasional: “Komparasi Pendidikan Anak Lintas Negara Mesir–Indonesia” (Foto: Istimewa)

FAI UNUSIDA Gelar Webinar Internasional: Komparasi Pendidikan Anak Lintas Negara Mesir–Indonesia

SIDOARJO — Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (UNUSIDA) kembali menunjukkan komitmennya dalam memperluas jejaring akademik global melalui penyelenggaraan Webinar Internasional bertema ‘Komparasi Pendidikan Anak Lintas Negara: Mesir–Indonesia’, yang digelar pada Jumat (10/10/2025) secara daring melalui platform Zoom Meeting.

Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber inspiratif lintas negara, yakni LikLik Siti Anisa, S.Pd.I., Kepala TK NU Ar-Raudhah Mesir, sekaligus praktisi pendidikan Islam di Kairo, Mesir dan Moh. Anang Abidin, S.H.I., M.Pd., Ketua Program Studi PGMI UNUSIDA, yang juga merupakan dosen dan peneliti bidang pendidikan dasar Islam.

Webinar ini membahas secara mendalam perbandingan sistem dan praktik pendidikan anak antara Mesir dan Indonesia, baik dari sisi filosofi pendidikan, metode pembelajaran, maupun nilai-nilai keislaman yang menjadi dasar pengembangannya.

Dalam sambutannya, Rektor UNUSIDA, Dr. H. Fatkul Anam, M.Si., menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan langkah strategis dan relevan di tengah dinamika global pendidikan Islam dewasa ini.

“Mesir dikenal sebagai salah satu pusat peradaban dan pendidikan Islam dunia, terutama melalui Universitas Al-Azhar yang telah melahirkan banyak ulama dan pemikir besar sepanjang sejarah. Sementara itu, Indonesia dengan kekayaan budaya serta nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jamaah terus berupaya menghadirkan sistem pendidikan yang moderat, inklusif, dan adaptif terhadap perkembangan zaman,” terangnya.

Lebih lanjut, Rektor menegaskan bahwa kegiatan ini diharapkan mampu menjadi wadah saling belajar dan berbagi pengalaman lintas negara.

“Melalui webinar ini, kita ingin melihat bagaimana kedua negara memaknai dan mengimplementasikan pendidikan anak berbasis nilai-nilai keselamatan dan kemanusiaan universal. Pengalaman lintas negara dapat menjadi inspirasi dalam membangun model pendidikan Islam yang holistik, berkarakter, dan berdaya saing global,” imbuhnya.

Ia juga menegaskan bahwa FAI UNUSIDA terus berkomitmen mengembangkan kegiatan internasional sebagai bentuk nyata implementasi visi universitas, yaitu menjadi Universitas unggul berkarakter Aswaja dan berdaya saing nasional pada tahun 2029.

“Saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh panitia, narasumber, dan peserta. Semoga diskusi dan pertukaran gagasan hari ini membawa manfaat besar bagi pengembangan pendidikan Islam. Semoga Allah SWT meneguhkan hikmah keilmuan dan pendidikan Islam yang membawa keselamatan bagi umat,” ungkapnya.

Sementara itu, LikLik Siti Anisa dalam pemaparannya mengangkat topik menarik mengenai kesamaan budaya, sosial, dan pendidikan antara Indonesia dan Mesir, berdasarkan pengalamannya menetap dan mengajar di Kairo. Ia menjelaskan bahwa kedua negara memiliki kedekatan historis dan kultural yang kuat, terutama dalam hal nilai keagamaan, karakter sosial, dan tradisi keilmuan.

“Baik Indonesia maupun Mesir sama-sama dikenal sebagai bangsa religius yang menjunjung tinggi nilai gotong royong dan semangat belajar sepanjang hayat. Keduanya memiliki sistem pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter dan akhlak anak,” tutur LikLik dalam sesi presentasinya.

Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa dalam konteks sosial, kedua negara memiliki populasi mayoritas Muslim dengan masyarakat yang majemuk dan terbuka. Hal ini menjadikan lembaga pendidikan di kedua negara tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar akademik, tetapi juga wadah pembentukan nilai moral dan spiritual.

Selain itu, beliau juga menekankan pentingnya pendidikan karakter anak sejak dini. Di Mesir, proses pendidikan di taman kanak-kanak tidak hanya berfokus pada kemampuan kognitif, tetapi juga pada penanaman nilai disiplin, spiritualitas, dan kemandirian, nilai yang juga sejalan dengan tradisi pendidikan Islam di Indonesia.

Kegiatan ini berlangsung dinamis dan interaktif dengan antusiasme tinggi dari para peserta yang berasal dari berbagai kalangan akademisi, mahasiswa, dan praktisi pendidikan. Diskusi mencakup berbagai aspek mulai dari metode pembelajaran anak usia dini, pendekatan karakter berbasis nilai Islam, hingga perbandingan struktur kurikulum antara kedua negara.

Dengan terselenggaranya Webinar Internasional ini, FAI UNUSIDA menegaskan perannya sebagai garda terdepan dalam memperluas wawasan global mahasiswa, memperkuat jejaring internasional, serta membangun tradisi akademik yang berorientasi pada keilmuan, kemanusiaan, dan nilai Aswaja An-Nahdliyah. (MY)

Penampilan Tari Dewi Sekardadu oleh Dosen dan Mahasiswa PIAUD UNUSIDA saat Pembukaan dan Pelepasan KKN UNUSIDA BERDAYA 2025 (Foto: Humas UNUSIDA)

Mengenal Tari Dewi Sekardadu Karya Dosen PIAUD UNUSIDA, Berikut Makna dan Filosofinya

Sidoarjo – Tari Dewi Sekardadu karya dosen Program Studi (Prodi) Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (UNUSIDA) Rif’atul Anita, M.Pd, telah resmi mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Tari yang mengangkat kearifan lokal melalui sosok legendaris Dewi Sekardadu ini resmi dikenalkan pertama kali dalam acara Pembukaan dan Pelepasan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Unusida Berdaya 2025 di Pendopo Delta Wibawa, Sidoarjo, Rabu (23/7/2025) lalu.

Anita tercatat sebagai pencipta utama Tari Dewi Sekardadu dalam surat pencatatan penciptaan dengan nomor dengan nomor EC002025092599, tanggal 18 Juli 2025 yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum Republik Indonesia.

Ia mengungkapkan bahwa penciptaan Tari Dewi Sekardadu merupakan bagian dari inovasi pembelajaran yang digagas dalam mata kuliah Pembelajaran Seni Tari. Karya ini menjadi bukti nyata bahwa pembelajaran di perguruan tinggi dapat menghasilkan produk kreatif yang bernilai budaya, edukatif, dan dapat diadopsi oleh masyarakat luas.

“Saya ingin mahasiswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga mampu menghasilkan produk nyata yang membumi, dan dapat menjadi kontribusi nyata dalam pelestarian budaya lokal,” ungkapnya kepada Humas UNUSIDA, Jum’at (24/7/2025).

Kepala Prodi PIAUD UNSUDA tersebut menerangkan, Tari Dewi Sekardadu digarap secara kolaboratif oleh tim tari mahasiswa yang diketuai oleh Dewi Asmara Sari, dengan dukungan dari dosen dan pihak kampus. Proses kreatifnya melibatkan berbagai tahapan mulai dari studi literatur hingga eksplorasi gerak dan pembuatan musik iringan.

“Tarian ini terinspirasi dari sosok legendaris Dewi Sekardadu, ibu dari Sunan Giri, yang dikenal sebagai perempuan tangguh, anggun, dan penuh pengorbanan. Nilai-nilai itu kami angkat sebagai pesan moral dalam tarian,” terangnya.

Dalam kesempatan tersebut, ia menjelaskan bahwa makna mendalam tarian ini merupakan refleksi dari tiga pilar utama: perjuangan, kekuatan perempuan, dan nilai-nilai spiritual. Ia menekankan bahwa penciptaan tarian ini lahir dari keinginan kuat untuk memperkenalkan kembali tokoh legendaris Dewi Sekardadu sebagai simbol perempuan yang mulia dalam sejarah islam di Pulau Jawa.

“Tari ini menggambarkan sosok Dewi Sekardadu sebagai ibu yang rela berkorban demi keselamatan anaknya, Raden Paku atau Sunan Giri. Ia menghadapi tekanan sosial dan penderitaan dengan penuh keteguhan demi menyelamatkan buah hatinya,” jelasnya.

Tarian ini tak hanya menonjolkan keindahan gerak, tetapi juga sarat makna dan filosofi yang mendalam. Gerakan dan alunan musik pengiring terinspirasi oleh pengorbanan Dewi Sekardadu yang menjadi representasi dari cinta seorang ibu yang tak terhingga, yang patut dijadikan teladan bagi generasi muda, khususnya dalam menumbuhkan rasa hormat dan kasih sayang terhadap orang tua.

Tari Dewi Sekardadu juga mengangkat potret perempuan sebagai sosok yang kuat dan penuh kebijaksanaan. Meski gerakannya lemah gemulai, di dalamnya tersembunyi kekuatan emosional dan spiritual.

“Kami ingin menunjukkan bahwa perempuan bukan hanya simbol keindahan, tapi juga sumber kekuatan dan ketabahan. Dewi Sekardadu adalah dewi yang anggun, namun memiliki kekuatan magis dan karakter yang tangguh,” tambahnya.

Lebih dari sekadar ekspresi budaya, tari ini memuat nilai-nilai spiritual dan religius. Melalui simbol-simbol dalam gerakan, penonton diajak untuk merenungi kebesaran Sang Pencipta, serta pentingnya menjaga keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan.

“Tari Dewi Sekardadu bukan hanya tentang keindahan, tapi juga pesan spiritual untuk menjaga keseimbangan dalam hidup,” ujarnya.

Dalam proses produksi musik pengiring, tim kreatif berupaya menghadirkan nuansa Islamic Java Modern. Musiknya merupakan kolaborasi unik antara instrumen tradisional Jawa seperti seruling dan woodwind, dengan instrumen modern seperti drum, keyboard, bass, dan gitar. Genre musik yang dipilih adalah Melayu Islami, mencerminkan karakter khas Nahdlatul Ulama.

Lebih lanjut, Anita menegaskan bahwa Tari Dewi Sekardadu ini merupakan karya orisinil dari dosen dan mahasiswa PIAUD Unusida, tanpa bantuan unsur dari luar. Sebab, ia sendiri yang menggarap musik pengiringnya, serta untuk konsep gerak merupakan hasil kolaborasi dari tim tari PIAUD Unusida.

“Kami sangat senang dan bangga akhirnya hasil dari proses kreatif yang banyak mengorbankan waktu dan tenaga ini di bayar dengan penghargaan yang sangat luar biasa, sertifikat HKI merupakan simbol bahwa karya tari ini layak untuk di abadikan,” imbuhnya.

Ia berharap Tari Dewi Sekardadu dapat terus berkembang, menjadi inspirasi bagi masyarakat serta memperkuat peran Unusida dalam menghidupkan budaya lokal Islami di era modern. Tak hanya itu, ia berkomitmen untuk mengenalkan Tari Dewi Sekardadu agar dapat tampil tidak hanya dalam kegiatan internal kampus, tetapi juga meramaikan panggung-panggung budaya, pendidikan, dan keagamaan di luar daerah.

“Harapannya, Tari Dewi Sekardadu dapat menjadi bagian dari identitas seni khas Sidoarjo, dan lebih luas lagi menjadi tarian Islami Nusantara yang dikenal masyarakat baik di tingkat nasional maupun global. Karya ini adalah wujud kontribusi akademik dalam pelestarian budaya islami berbasis lokal,” harapnya.

Penciptaan tarian ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak, termasuk Kepala Unit Pelaksana Teknik (UPT) Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) UNUSIDA, Ahmad Wahyudi, S.Pd.I., M.Pd., yang turut berperan sebagai fasilitator publikasi dan promosi karya.

Menurutnya, Tari Dewi Sekardadu kini bukan hanya menjadi hasil tugas kuliah, tetapi telah bertransformasi menjadi karya seni yang bermakna, dan menegaskan komitmen UNUSIDA dalam mendidik generasi muda yang kreatif, religius, dan cinta budaya.

“Kami mendukung penuh karya-karya mahasiswa yang bernilai edukatif dan budaya seperti ini. Dengan HKI yang telah terbit, kami berharap Tari Dewi Sekardadu bisa menjadi ikon lokal yang menginspirasi banyak pihak,” pungkasnya. (MY)